KOMPAS.com - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menginformasikan akan terjadi puncak hujan meteor Perseid pada 13-14 Agustus 2022.
Hal itu diketahui dari unggahan akun Instagram resmi @lapan_ri, Selasa (9/8/2022).
Saat dikonfirmasi, peneliti Lapan BRIN, Andi Pangerang membenarkan adanya fenomena astronomi puncak hujan meteor Perseid pada 13-14 Agustus 2022.
"Betul, sudah saya ulas di 10 fenomena astronomis 2022," ujarnya, ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (10/8/2022).
Baca juga: Ramai soal Bintang Berjajar Melintas di Langit Gunung Semeru, Ini Kata BRIN
Lihat postingan ini di Instagram
Baca juga: Viral, Video Benda Langit Bersinar Melintas di Malaysia, Ini Penjelasan BRIN
Berikut informasi selengkapnya:
Andi menjelaskan, Perseid adalah hujan meteor yang titik radiannya berasal dari konstelasi Perseus.
Perseid bersumber dari sisa debu komet 109P/Swifts-Tuttle. Kecepatan meteor pada perseid dapat mencapai 212.400 km per jam.
Sementara itu, intensitas maksimum hujan meteor ini sebesar 100 meteor per jam.
Lebih lanjut, hujan meteor ini dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia.
"Hujan meteor Perseid dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia pada pukul 11 malam di Sabang (atau yang selintang) dan 1 malam di Pulau Rote (atau yang selintang) hingga 25 menit sebelum Matahari terbit," ujar Andi.
Baca juga: Viral, Benda Asing Menyala di Langit Lampung, Ini Penjelasan BRIN
Dengan ketinggian maksimum titik radian di Indonesia yang bervariasi antara 20,9 hingga 37,8 derajat, intensitasnya akan berkurang menjadi 36 meteor per jam (Pulau Rote atau yang selintang) hingga 61 meteor per jam (Sabang atau yang selintang).
Andi mengatakan, pada saat titik radian Perseid terbit, akan ada gangguan cahaya Bulan yang dapat mengganggu pengamatan.
Meskipun demikian, hujan meteor Perseid tetap dapat diamati tanpa alat bantu optik, kecuali jika ingin mengabadikannya dalam bentuk citra maupun video.
Ia pun memberikan sejumlah tips untuk mengamati hujan meteor ini. Di antaranya pastikan cuaca di tempat pengamatan cerah, bebas dari penghalang di sekitar medan pandang, dan bebas dari polusi cahaya.
"Hal ini karena tutupan awan dan skala Bortle (skala kecerlangan langit malam) berbanding terbalik dengan intensitas meteor. Semakin besar tutupan awan dan skala Bortle, semakin berkurang intensitas meteornya," tandasnya.
Baca juga: Ramai soal Bintang Berjajar Melintas di Langit Gunung Semeru, Ini Kata BRIN