Sebab di masyarakat modern, istilah dukun cenderung memiliki konotasi yang kurang baik.
"Dianggap orang yang pergi ke dukun itu orang yang tidak maju, masih kolot, atau masih percaya takhayul," ujar Nurhadi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (7/8/2022).
"Sehingga ketika ditanya mau ke mana kamu, dia jawab mau ke orang pintar," imbuh dia.
Meski demikian, menurutnya, penyebutan pintar juga menimbulkan persoalan karena bersifat kualitatif.
"Ini juga menjadi persoalan karena istilah pintar itu kualiatif dan tidak dapat diukur dengan cara-cara yang obyektif," kata dia.
Hal tersebut serupa dengan praktik perdukunan yang bersifat kualitatif dan tak dapat dibuktikan secara ilmiah.
Baca juga: Bongkar Trik Dukun Palsu, Siapa Sosok Pesulap Merah?
Nurhadi menjelaskan, perdukunan merupakan bagian dari masyarakat yang sudah ada sejak lama.
Di masa lalu, dukun dipandang sebagai sosok yang dapat mengatasi masalah dalam masyarakat.
Misalnya, masyarakat tradisional yang mengalami demam sementara pelayanan medis masih belum memadai.
Maka, masyarakat akan mencari bantuan kepada orang yang dianggap memiliki kelebihan dibanding lainnya, yakni dukun.
"Itu terjadi dalam masyarakat yang masih kurang dalam hal yang sifatnya scientific," ungkap Nurhadi.
Baca juga: Curiga Suami Selingkuh, Nenek Ini Kasih Rp 198 Juta ke Teman untuk Bayar Dukun, tapi Malah Kena Tipu
Sementara pada saat ini, Nurhadi menyampaikan, keberadaan dukun tetap eksis karena sebagian masyarakat masih menjadikan mereka sebagai sandaran untuk mengatasi masalah.
"Jadi, manakala manusia dihadapkan dengan masalah mereka lari kepada tiga hal. Pertama, mengatasi masalah dengan kesenian," ujar dia.
Selanjutnya, manusia akan mengatasi masalah menggunakan nalar dan ilmu pengetahuan, baik milik sendiri maupun orang lain.
Akan tetapi, saat manusia tak mampu lagi mengatasi masalah dengan cara-cara di atas, maka jalan terakhir adalah melalui dukun.
Sebagai pilihan terakhir, Nurhadi menyebut bahwa penggunaan jasa dukun juga kadang berkaitan dengan kemampuan ekonomi.
"Karena mungkin dia merasa jasa medis terlalu mahal, akhirnya mereka datang kepada dukun," ungkapnya.
Meski demikian, kepercayaan terhadap dukun tak hanya terbatas pada orang dengan tingkat ekonomi maupun pendidikan rendah.
"Banyak yang ke sana karena merasa banyak hal yang tidak dapat mereka jelaskan, akhirnya mereka harus ke situ (dukun)," tutur Nurhadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.