TOM Nichols dalam buku The Death of Expertise (2017) membuka fakta yang mengkhawatirkan bahwa peran ahli semakin berkurang - dipaksa berkurang - karena internet telah menggantikan peran mereka. Setiap orang bertransformasi menjadi pakar ketika baru membaca beberapa artikel dari internet. Ditambah peran media sosial yang mengamplifikasi pengaruh dari para endorser yang opininya memiliki pengaruh yang signifikan. Padahal, mereka belum ahli dalam hal tertentu, tetapi telah mendapatkan otoritas sosial berdasarkan jumlah pengikutnya.
Bagi saya, menjadi seorang dengan otoritas berarti memiliki keahlian di bidang tertentu. Apabila ada topik atau kajian tertentu yang membutuhkan pendapat pakar, kita pasti mendatangi orang yang sudah berkecimpung di topik itu. Kita biasanya menyebutnya dengan label specialists.Seseorang dengan keahlian, kepakaran, kompetensi di bidang tertentu. Hal itu merupakan hasil dari pembelajaran terus-menerus dan perjalanan karir yang dibangun secara konsisten.
Apa hubungannya dengan kepemimpinan? Prinsip dasarnya sama. CEO (chief executive officer) yang memiliki keahlian dalam bidang-bidang tertentu, akan menjadi otoritas dalam bisnis yang dia geluti. Itu karena mereka memiliki passion untuk mendalami bisnis yang sedang dijalani, sehingga mereka mendapatkan status sosial tersebut. Sikap, karakter, dan tindakan mereka tersebut merupakan bagian dari kajian serta fenomena thought leadership.
Kita pasti familiar dengan nama seperti Bill Gates, Elon Musk, maupun Jack Ma. Mereka bertiga merupakan beberapa CEO yang sukses di bidang teknologi: Bill Gates dengan Microsoft-nya, Elon Musk dengan SpaceX dan Tesla, dan Jack Ma dengan Alibaba. Ketika mereka memberikan pendapat tentang perkembangan teknologi di dunia sekarang, pendapat para CEO itu menjadi pertimbangan banyak orang.
Contohnya yang masih cukup hangat ketika Mark Zuckeberg membangun metaverse. Bill Gates berpandangan bahwa metaverse akan menjadi teknologi masa depan dalam beberapa tahun mendatang. Pandangan berbeda datang dari Elon Musk, yang mengatakan dia tidak terlalu antusias dengan ide metaverse. Meskipun berbeda, pandangan mereka berdua layak mendapatkan pertimbangan tertentu dari pemerintah, organisasi, dan pemimpin bisnis. Mengapa? Karena BIll Gates dan Elon Musk telah berkecimpung di dunia teknologi dan sukses dengan perusahaannya. Mereka membangun reputasi berdasarkan pengetahuannya tentang teknologi dan bagaimana teknologi bisa berguna untuk masyarakat. Itulah yang dinamakan thought leadership.
Thought leadership merupakan sebuah konsep di mana individu menjadi pemimpin di suatu bidang melalui ide-ide dan pemikirannya. Ia membawa pengikut (followers) dan orang di bidangnya menuju ‘wilayah’ yang baru melalui berbagai ide dan pemikirannya
Baca juga: Ingin Seperti Steve Job? Mahasiswa Harus Punya Gritty Leadership
Menurut Joel Kurtzman, Editor-in-Chief dari Harvard Business Review, though leaders adalah seseorang yang memiliki ide orisinil, sudut pandang yang unik, atau wawasan yang belum pernah ada di industri yang mereka geluti. Dari penjelasannya, Joel secara implisit menunjukkan bahwa thought leader itu adalah one of a kind.
Jake Dunlap, CEO dari perusahaan konsultan penjualan, Skaled, menjelaskan tentang thought leader dengan bahasa yang sederhana. Dia mengatakan bahwa thought leader melihat masa lalu, menganalisis masa sekarang, dan menerangi masa depan dengan sudut pandangnya yang unik. Dia lebih menekankan pada proses berpikir dan output yang dihasilkan dari proses berpikir tersebut.
Diego Pineda, dalam bukunya The Solo Thought Leader: From Solopreneur to Go-To Expert in 7 Steps mengemukakan lima karakter thought leader. Pertama, thought leader mendalami bidang yang mereka geluti. Kedua, thought leader berani mengambil sikap dan tidak takut dengan kontroversi. Ketiga, thought leader bersemangat untuk membangun komunitas. Keempat, though leader mengembangkan “suara” unik mereka. Terakhir, thought leader menciptakan kekayaan intelektual dari ciptaannya.
Dari ketiga definisi tersebut, thought leadership adalah tentang seorang pemimpin yang memiliki passion terhadap hal yang digelutinya, baik itu di bidang teknologi, sosial, dan lingkungan. Mereka bersemangat untuk membangun komunitas dan mengembangkan keahliannya. Thought leader adalah seorang inventor yang mengembangkan ciptaannya untuk bisa bermanfaat kepada banyak orang. Mereka mendobrak banyak kebijaksanaan tradisional dan thought leader menciptakan peraturan baru yang membuat semuanya mau tidak mau harus mengikuti peraturan itu.
Penerapan thought leadership sebenarnya dapat kita lihat dalam berbagai peristiwa dari sejarah masa lalu. Kita bisa belajar banyak tentang bagaimana seorang inventor memimpin dirinya sendiri dan orang lain, serta menciptakan inovasi yang berdampak luas bagi masyarakat hingga kini, mulai dari Alexander Graham Bell, Thomas Alva Edison, dan Henry Ford.
Mereka adalah pionir di bidang yang mereka geluti. Seorang inventor yang telah meninggalkan jejak yang abadi bagi peradaban bangsa. Mereka bertiga hanyalah segelintir dari banyaknya thought leader. Dalam beberapa dekade ke belakang juga banyak thought leader yang telah menciptakan banyak inovasi. Misalnya kita ambil contoh Larry Page dan Sergey Brin. Mereka berdua adalah thought leaders karena mereka ahli di bidangnya. Terlebih, Larry dan Sergey telah menciptakan mesin pencari terbesar dan terbanyak yang dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu Google. Secara market share, di tahun 2022, Google menguasai 85,55 persen dibandingkan mesin pencari lainnya seperti Baidu, Bing!, Yandex, dan Yahoo.
Baca juga: Praktik Brave Leadership ala Presiden Jokowi
Larry dan Sergey tentu membuat Google dengan passion yang luar biasa. Mereka membuat Google sejak dari bangku kuliah dari ruang asrama yang tidak terlalu luas dan berusaha mendapatkan bahan-bahan baku dengan harga yang terjangkau. Saat pengembangan awal Google, mereka tidak mendapatkan investor. Penolakan tersebut membuat Larry dan Sergey memutuskan untuk menyempurnakan inovasinya. Hasil jerih payah mereka kemudian mulai membuahkan hasil. Mereka mendapatkan investor, termasuk dari pendiri Amazon, Jeff Bezos. Apa yang membuat Larry Page dan Sergey Brin bisa sukses menciptakan Google adalah semangat dan fokus mereka yang luar biasa. Mereka hanya fokus bagaimana membuat inovasi yang berdaya guna. Mereka terus belajar, menyempurnakan produknya, dan akhirnya memetik hasil yang luar biasa.
Semua inovasi yang telah masyarakat nikmati merupakan buah jerih payah dari seorang thought leader. Mereka terpaku pada satu hal, berusaha memecahkan masalah, dan menghasilkan sesuatu yang berdaya guna. Berbagai riset juga menunjukkan manfaat dari thought leadership. Riset dari Magno & Cassia (2020) menemukan bahwa mendemonstrasikan thought leadership membantu memelihara hubungan pelanggan dan meningkatkan performa merek. Selain itu, dengan brand yang konsisten membagikan konten-konten yang original, brand menunjukkan keahliannya di suatu bidang, yang membuat mereka tetap relevan di mata masyarakat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.