Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah dan Tema Hari Meteorologi Sedunia 2022

Kompas.com - 23/03/2022, 10:05 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari Meteorologi Sedunia 2022 jatuh pada hari ini, Rabu, 23 Maret 2022, dan diperingati setiap tahunnya.

Hari Meteorologi Sedunia diperingati sebagai pembentukan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), yang didirikan pada 23 Maret 1950.

Organisasi tersebut adalah sebuah badan spesialisasi di bidang meteorologi, hidrologi operasional, dan geofisika, di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB.

Hari ini, sudah 72 tahun organisasi tersebut berdiri, dan telah banyak mengedukasi masyarakat akan pentingnya meteorologi.

Selain itu, Hari Meteorologi Sedunia juga merupakan bentuk apresiasi terhadap kinerja para ahli meteorologi dan semua pihak yang terlibat dalam pengumpulan data terkait cuaca dan dampaknya terhadap kehidupan manusia.

Baca juga: Hari Air Sedunia 22 Maret 2022: Sejarah, Tema, dan Peringatannya

Tema Hari Meteorologi Sedunia 2022

Dilansir dari laman resmi WMO, Hari Meteorologi Sedunia diperingati dengan tema yang berbeda setiap tahunnya.

Hari Meteorologi Sedunia 2022 diperingati dengan mengusung tema "Peringatan Dini dan Tindakan Dini."

"Early Warning and Early Action. Hydrometeorological and Climate Information for Disaster Risk Reduction."

Peringatan Hari Meteorologi Sedunia menampilkan kontribusi penting dari Layanan Meteorologi dan Hidrologi untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, tema-tema yang dipilih untuk memperingati Hari Meteorologi Sedunia mencerminkan topik cuaca, iklim atau isu-isu yang berhubungan dengan air.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Ledakan Gas di Sekolah di AS, 300 Siswa Tewas

Ilustrasi kekeringan. BMKG keluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis berdasarkan monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) di sejumlah wilayah di Indonesia.SHUTTERSTOCK/R_Tee Ilustrasi kekeringan. BMKG keluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis berdasarkan monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) di sejumlah wilayah di Indonesia.

Cuaca ekstrem yang lebih sering

WMO menuliskan bahwa cuaca ekstrem menjadi lebih sering dan intens sebagai akibat dari perubahan iklim.

Hal itu mengakibatkan lebih banyak orang berisiko terpapar berbagai bahaya.

Kini, perkiraan cuaca yang akan terjadi tidak lagi cukup.

Baca juga: Mengenal Perubahan Iklim, Cara Mengetahui, dan Dampaknya bagi Manusia...

Diperlukan perkiraan berbasis dampak tentang apa yang akan diakibatkan cuaca dan apa yang harus dilakukan.

Itu akan sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian orang.

Namun, satu dari tiga orang masih belum terinformasi secara memadai oleh sistem peringatan dini.

Dan, terlalu sering peringatan itu justru tidak sampai kepada mereka yang paling membutuhkannya.

Baca juga: Lyme Disease, Perkembangannya di AS, dan Pengaruh Iklim

Dua penyintas bencana mencuci pakaian tersisa yang kotor terendam banjir luapan sungai Cisuda di Kampung Tugu, Kelurahan Jaya Raksa, Baros, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (18/2/2022).KOMPAS.COM/BUDIYANTO Dua penyintas bencana mencuci pakaian tersisa yang kotor terendam banjir luapan sungai Cisuda di Kampung Tugu, Kelurahan Jaya Raksa, Baros, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (18/2/2022).

Bencana dalam 50 tahun terakhir

Laporan WMO tentang statistik bencana selama 50 tahun terakhir, rentang 1970-2019 menunjukkan bahwa lebih dari 11.000 bencana terkait dengan cuaca, iklim, dan bahaya terkait air.

Hal itu hampir sama dengan satu bencana per hari. Setidaknya ada 2 juta kematian, atau 115 per hari.

Menurut WMO, jumlah bencana telah meningkat lima kali lipat dalam 50 tahun terakhir ditambah biaya ekonomi yang melonjak.

Tren itu diperkirakan akan terus berlanjut.

Baca juga: Waspada Bencana Hidrometeorologi, Berikut Prediksi BMKG soal Puncak Musim Penghujan

Namun, kabar baiknya, jumlah korban terus menurun hampir tiga kali lipat berkat perkiraan cuaca yang telah lebih baik dan perencanaan manajemen bencana yang lebih terkoordinasi.

Kendati demikian, masih banyak lagi yang harus dilakukan.

Ada kesenjangan besar dalam pengamatan cuaca, terutama di negara-negara tertinggal dan berkembang di pulau kecil.

Kesenjangan ini menimbulkan risiko terhadap keakuratan peringatan dini secara lokal dan global.

Baca juga: Penjelasan soal Potensi Gempa Megathrust dan Perlunya Mengakhiri Kepanikan...

KOMPAS/AIK; GRH; LUP; SGH; XNA; Andri Data Bencana di Indonesia pada 2002-2016

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com