Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Bahar dan Serangan Pasukan Siber Penguasa

Kompas.com - 13/03/2022, 12:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bahar bertanya, bagaimana para aktor bekerja dalam memanipulasi informasi?

Mendasarkan riset Computational Propaganda Research Project, pasukan siber menggunakan akun-akun tertentu dari perusahaan platform media informasi digital tertentu yang dioperasikan manusia maupun diotomatisasi atau disebut akun bot (robot).

Fungsi bot untuk mengintensifkan distribusi maupun respons dan mendistoris akun atau informasi dari lawan-lawan yang disasar.

Temuan riset itu, terdapat 57 negara yang lebih memilih akun otomatis atau bot dalam propaganda, 79 negara menggunakan akun yang dikurator oleh orang, dan 14 negara mengunakan akun yang diretas, akun curian, atau peniruan identitas.

Dalam kasus Indonesia, akun yang digunakan jenis robot dan manusia. Riset ini menorehkan catatan khusus, kasus akun yang diretas, dicuri, lalu digunakan untuk propanga jumlahnya relatif terbatas.

Adapun jenis pesan yang dipropagandakan mencakup empat kategori, yaitu:

1. Propaganda pro-pemerintah atau pro-partai

2. Distribusi informasi untuk menyerang oposisi atau kampanye kotor

3. Sharing informasi dalam bentuk trolling atau pelecehan atau informasi sangat personal terhadap oposisi atau kritikus pemerintah, termasuk terhadap pers.

Kasus Guatemala, misalnya, pasukan siber menggunakan akun palsu untuk melabeli individu sebagai teroris, penjajah asing, musuh negara.

4. Propaganda provokasi yang mendorong perpecahan dan polarisasi warga

Hasil riset itu pola propaganda negara dirinci sebagai berikut, terdapat 90 persen negara yang diriset melakukan propaganda pro-pemerintah dan pro-partai, 94 persen negara yang distudi menekan partisipasi politik melalui trolling atau pelecehan, 73 persen negara yang diriset melakukan disinformasi dan menyerang oposisi, termasuk kampanye kotor (black champagne), dan 48 persen negara mendorong perpecahan dan mempolarisasi warga.

Para pasukan siber dan negara serta partai (pro kekuasaan) di Indonesia, dikategorikan menerapkan strategi memperkuat informasi pro pemerintah, menyerang oposisi, dan menekan lawan politik pemerintah dan partai pro kekuasaan.

Bersambung, baca artikel selanjutnya: Bahar dan Pembunuhan Demokrasi oleh Pasukan Sipil

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com