Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Bahar dan Pasukan Siber

Kompas.com - 12/03/2022, 17:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kemudian India, Indonesia, Iran, Irak, Israel, Italia, Kazakhstan, Kenya, Kirgistan, Kuwait, Lebanon, Libya, Makedonia, Malaysia, Malta, Meksiko, Moldova, Myanmar, Belanda, Nigeria, Korea Utara, Oman, Pakistan, Filipina, Polandia, Qatar, Rusia, Rwanda, Arab Saudi, Serbia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Sri Lanka, Sudan, Swedia, Suriah, Taiwan, Tajikistan, Thailand, Tunisia, Turki, Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris Raya, Amerika Serikat, Uzbekistan, Venezuela, Vietnam, Yaman, dan Zimbabwe.

Dalam laporan 2019 maupun 2020, kegiatan pasukan siber di Indonesia masuk dalam radar Computational Propaganda Research Project tersebut.

Penekanan riset berkaitan dengan kegiatan pasukan siber yang dikelola oleh negara dan aktor politik dalam menggunakan media sosial untuk mengganggu pemilu, demokrasi, dan hak asasi manusia. Termasuk di dalamnya mengganggu kebebasan pers.

Kalimat lain yang digunakan oleh laporan ini adalah kegiatan negara atau partai politik dalam menggunakan komputasi propaganda untuk mengarahkan opini publik.

Dalam awal laporan disebutkan, kegiatan pasukan siber di berbagai negara makin meningkat, digunakan sebagai alat memengaruhi geopolitik.

Contoh yang ditampilkan pada awal masa pandemi, 2020, negara-negara otoriter seperti Rusia, China, dan Iran memanfaatkan disinformasi virus corona untuk memperkuat narasi anti-demokrasi.

Targetnya, merusak kepercayaan masyarakat kepada pejabat kesehatan dan administrator pemerintah.

Terdapat kontradiksi dalam kaitan kegiatan propaganda oleh pasukan siber.

Di satu sisi, sejumlah perusahaan platform yang mendapatkan perangkat platform mereka disalah-gunakan oleh pasukan siber, melakukan pembatasan dan pencegahan.

Facebook dan Twitter dalam laporan Januari 2019 dan November 2020 mencantumkan bahwa para pasukan siber mengakses platform mereka secara berbayar.

Facebook mencatat hampir 10 juta dollar AS dari iklan politik oleh pasukan siber di seluruh dunia.

Sebaliknya mereka juga mengumumkan telah menghapus lebih dari 10.893 akun Facebook, 12.588 halaman Facebook, 603 grup Facebook, 1.556 akun Instagram, dan 294.096 akun Twitter yang digunakan untuk kampanya para pasukan siber.

Di sisi lain, pasukan siber yang dikendalikan oleh pemerintah atau aktor partai politik makin gencar berkolaborasi dengan perusahaan komunikasi strategis swasta.

Riset ini mencatat 40 negara pada 2020 melakukan kobalorasi itu, untuk menyebarkan propaganda komputasi atas nama aktor politik. Nilai kontrak kerja demikian mencapai hampir 60 juta dollar AS (2009-2020).

Terdapat empat tahap metode riset yang diterapkan, yaitu: 1) analisis isi sistematis dari artikel berita yang melaporkan aktivitas pasukan siber; 2) tinjauan pustaka sekunder (arsip publik dan laporan ilmiah); 3) menyusun studi kasus negara; 4) konsultasi ahli.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com