MASYARAKAT peradaban Anglo-Saxon memiliki sebuah tradisi boleh membuat hoaks tanpa dipolisikan pada setiap tanggal 1 April yang tersohor sebagai April Fool’s Day.
Satu di antara sekian banyak hoaks versi April Fool’s Day yang paling berkesan bagi saya adalah yang dibuat oleh sang tokoh matematika rekreasional favorit saya, Martin Gardner, dan dimuat di dalam majalah Scientific American edisi April 1975.
Di dalam majalah serius yang bisa dipercaya kebenarannya itu, Martin Gardner menulis naskah kilas-balik tentang beberapa penemuan ilmiah penting pada tahun 1974.
Satu di antaranya saya muat secara utuh tanpa berani saya terjemahkan agar jangan terjadi kekeliruan alih bahasa tentang perihal rawan keliru sebagai berikut:
In number theory the most exciting discovery of the past year is that when the transcendental number e is raised to the power of \pi times \sqrt{163}, the result is an integer. The Indian mathematician Srinivasa Ramanujan had conjectured that e^{\pi \sqrt{163}} is integral in a note in the Quarterly Journal of Pure and Applied Mathematics. Working by hand, he found the value to be 262537412640768743.999999999999… The calculations were tedious, and he was unable to verify the next decimal digits… In May 1974 John Brillo of the University of Arizona found an ingenious way of applying Euler’s constant to the calculations and managed to prove that the number exactly equals 262537412640768744. How the prime number 163 manages to convert the expression to an integer is not yet fully understood.
Referensi Martin Gardner tentang Srinivasa Ramanujan menulis di Quarterly Journal of Pure and Applied Mathematics sebenarnya benar-benar benar, maka bukan hoaks.
Ramanujan memang menemukan sebuah angka terkesan “nyaris integer”, namun sebenarnya sang matematikawan mahajenius legendaris India sadar bahwa sebenarnya yang terkesan “nyaris integer” itu pada hakikatnya bukan integer.
Konon fakta membuktikan bahwa rumusan e^{\pi \sqrt{163}} dapat ditampilkan secara transkendental dengan mendayagunakan Gel’fond-Schneider Theorem.
Kata “konon” memang sengaja saya gunakan pada kalimat yang mendahului kalimat ini sebagai pengakuan bahwa sebenarnya saya tidak paham tentang pemikiran transkendental Ramanujan mau pun kerumitan Gel’fond-Schneider Theorem, maka diiringi permohonan maaf dipersilakan bagi para beliau yang merasa lebih paham mengoreksi ke-hoaks-an naskah saya ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.