KOMPAS.com - Rusia masih melakukan serangan udara, darat, dan laut ke Ukraina sejak Kamis (24/2/2022).
Presiden Vladimir Putin membatalkan kesepakatan damai dan mengirim pasukan melintasi perbatasan di utara, timur, dan selatan Ukraina.
Salah satu alasan penyerangan Rusia ini adalah hendak bergabungnya Ukraina dengan NATO.
Jika hal itu terjadi, maka Rusia secara geografis akan dikelilingi oleh negara-negara anggota NATO.
Kondisi ini dianggap membahayakan Rusia, sehingga Rusia mendeklarasikan perang terhadap Ukraina untuk mencegah negara beribukota Kiev itu tergabung dalam NATO.
Begini respons dari NATO:
Baca juga: Serangan Rusia ke Ukraina Berpotensi Jadi Perang Dunia III, Indonesia Bisa Apa?
Tak tinggal diam, NATO pun merespons apa yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina.
Melansir CNN, Jumat (25/2/2022), untuk pertama kalinya NATO Response Force atau Pasukan Respons NATO diaktifkan sebagai upaya pertahanan merespons serangan yang tengah dilangsungkan Rusia kepada Ukraina.
Panglima Tertinggi Sekutu NATO Jenderal Tod Wolters telah mengaktifkan pasukan internasional, baik pasukan darat, udara, dan laut, bahkan pasukan operasi khusus Amerika Serikat.
Pengaktifan pasukan ini bukan berarti tentara NATO atau sekutu akan pergi ke Ukraina, karena negara itu belum menjadi anggota NATO.
Wolters menyebut langkah-langkah pencegahan ini bijaksana dan meningkatkan kecepatan, daya tanggap, dan kemampuan NATO untuk melindungi satu miliar warga yang mereka telah bersumpah akan melindunginya.
Untuk saat ini pasukan lengkap ini belum dikerahkan, tetapi sudah disiagakan. Keputusan untuk mengaktifkan pasukan respons ini diumumkan pada Jumat (25/2/2022) pagi.
NATO akan bersatu untuk menghadapi ancaman Putin terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Pihaknya beranggapan, Presiden Rusia Vladimir Putin gagal dalam tujuannya memecah belah Barat.
Di sisi lain, NATO akan tetap membuka pintu bagi negara-negara Eropa yang memiliki nilai-nilai yang sama dengan mereka yang suatu hari nanti mungkin ingin bergabung.
Baca juga: Alasan Mengapa Rusia Rebut Chernobyl dari Ukraina
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg bahkan menyebut pihaknya masih harus berbuat lebih banyak untuk menghentikan serangan Rusia di Ukraina.
"Kami harus siap untuk berbuat lebih banyak, bahkan jika itu berarti kami harus membayar harganya, karena kami berada di sini untuk jangka panjang. Kami harus menganggap ini serius, dan itulah mengapa kami sekarang mengerahkan pasukan respons NATO untuk pertama kalinya dalam konteks pertahanan kolektif,” kata dia.
Untuk berapa jumlah pasukan yang akan dikerahkan, belum ada informasi resmi yang disampaikan.
Namun, total Pasukan Respons NATO ini berjumlah 40.000 tentara.
Baca juga: Apa Sikap Indonesia atas Serangan Rusia ke Ukraina?
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden menjelaskan, pasukan AS dikerahkan ke Eropa timur untuk membantu memperkuat negara-negara NATO yang khawatir akan tindakan agresif Rusia.
Kendati demikian, mereka tidak akan berperang di Ukraina.
Hal ini adalah momentum yang sangat bersejarah dan merupakan yang pertama kalinya sekutu menurunkan pasukan sedemikian lengkapnya untuk pencegahan dan pertahanan.
"Mereka mewakili kekuatan tempur yang fleksibel dan kredibel yang dapat digunakan dalam berbagai cara dan kami memanfaatkan sepenuhnya kelincahan bawaan mereka," kata Wolters dalam sebuah pernyataan.
Selain itu, AS disebut juga akan memberikan dukungan dalam aspek ekonomi, kenanusiaan, juga kemanan berkelanjutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.