Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, gempa Banten terjadi akibat aktivitas lempeng di Selatan Jawa.
Gempa bumi yang terjadi, imbuhnya merupakan gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng Indonesia-Australia menunjam ke bawah lempeng Benua Eurasia, atau tepatnya ke bawah Pulau Jawa yang terus-menerus hingga Nusa Tenggara.
"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik, atau akibat patahan naik," ujarnya sebagaimana disampaikan sewaktu konferensi pers pada kanal YouTube Info BMKG, Jumat (14/1/2022).
Baca juga: Berkaca dari Gempa di Rangkasbitung dan Jepara, Mengapa Indonesia Kerap Dilanda Gempa Bumi?
Meski tidak berpotensi tsunami, pihaknya menjelaskan, lokasi gempa yang ada di kawasan Selat Sunda memang menjadi salah satu lokasi yang memiliki sejarah gempa dan tsunami sejak ratusan tahun yang lalu.
BMKG mencatat, ada 8 kejadian gempa dan atau tsunami yang pernah terjadi sebelumnya sejak 1851.
Dwikorita menambahkan, gempa yang terjadi di 52 km arah Barat Daya Sumur, Banten ini memiliki kedalaman 40 km, sehingga dampak guncangan dirasakan di wilayah yang cukup luas.
Meliputi Banten, Lampung, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa Bumi Terjang Mentawai, Ratusan Orang Meninggal
Berdasarkan data yang dipaparkan Dwikorita, berikut ini daerah yang terdampak oleh gempa Banten:
1. Cikeusik dan Panimbang guncangan dirasakan dengan kekuatan VI pada Skala MMI.
Di tingkat ini, getaran dirasakan oleh seluruh penduduk dan kebanyakan dari mereka terkejut kemudian lari keluar.
2. Labuan dan Sumur guncangan dirasakan dengan kekuatan IV Skala MMI.
Di daerah tersebut, bila gempa terjadi pada siang hari dirasakan oleh orang banyak yang ada di dalam rumah.
Baca juga: Penjelasan BMKG soal Penyebab Gempa Banten Magnitudo 6,6
3. Tangsel, Lembang, Kota Bogor, Pelabuhan Ratu, Kalianda, Bandar Lampung, III-IV MMI.
Kondisi getaran terasa sama dengan kekuatan yang terjadi pada IV Skala MMI.