KOMPAS.com - Herry Wirawan pelaku pemerkosaan 13 santriwati di Bandung, dituntut hukuman mati dan kebiri kimia oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Selasa (12/1/2022).
Hukuman kebiri kimia telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020.
Dalam aturan tersebut dijelaskan Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitas, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Aturan tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2020.
Hukuman kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain.
Baca juga: Kebiri Kimia adalah Hukuman untuk Pelaku Kekerasan Seksual
Proses kebiri kimia adalah memasukkan obat untuk mengurangi hormon testosteron dan estradiol pada tubuh pria.
Dengan berkurangnya testosteron, maka fungsi seksual seseorang akan menurun atau hilang.
Meski begitu, tindakan kebiri kimia tetap menimbulkan efek samping bagi orang yang menjalaninya.
Dilansir dari Healthline, (12/1/2021), berikut rincian efek samping dan potensi risiko yang terjadi dari kebiri kimia.
Efek samping dari kebiri kimia dapat meliputi:
Dalam jangka panjang, kebiri kimia juga dapat menyebabkan:
Baca juga: Soal Kebiri Kimia, Ini Catatan ICJR
Ada juga kekhawatiran bahwa pria yang menjalani kebiri kimia mungkin memiliki peningkatan risiko:
Menurut American Cancer SocietyTrusted Source, tidak semua penelitian mencapai kesimpulan yang sama tentang risiko ini.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya hubungan antara kebiri kimia dan kondisi ini.
Baca juga: Selain Indonesia, 7 Negara Ini Juga Terapkan Hukuman Kebiri Kimia
Kebiri kimia berlangsung selama seseorang terus mengonsumsi obat-obatan. Setelah ia berhenti meminumnya, produksi hormon kembali normal.
Efeknya umumnya reversibel. Tetapi jika Anda sudah minum obat untuk waktu yang lama, beberapa efek samping mungkin berlanjut.
Hasil dari kebiri kimia memiliki efek yang sama dengan operasi pengangkatan testis, namun tidak permanen.
Sebenarnya, kebiri kimia digunakan untuk mengobati kondisi yang bergantung pada hormon, seperti kanker prostat.
Baca juga: Kebiri Kimia, Antara Ancaman Pedofilia dan Problem Etik Medis