Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Menjemput Masa Depan dengan Kepemimpinan Multidimensi

Kompas.com - 01/01/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH kurang lebih dua tahun berjuang melawan pandemi, dunia berangsur-angsur membaik. Aktivitas mulai berjalan menuju normal dan para pucuk pemimpin mulai mengadaptasi berbagai kebijakannya, menyesuaikan dengan kondisi lapangan.

Tahun 2022 menjadi tahun yang optimis sekaligus penuh tantangan untuk melakukan berbagai perubahan penting. Tetapi, ada hal fundamental yang perlu diatasi agar bisa melakukan transformasi, baik di dunia nyata maupun di dunia digital.

Berbagai tantangan tersebut membutuhkan kepemimpinan multidimensi. Kepemimpinan lintas alam yang merangkul. Mampu berinteraksi dan memimpin di dunia maya dan luring. Pemimpin yang mampu merangkul, berbaur, dan turun tangan. Yang menjemput aspirasi dan menebarkan inspirasi kepada sesama. Pemimpin multidimensi akan menjadi sosok pemimpin yang memimpin inovasi di berbagai sektor dengan helicopter view dan wawasan luasnya.

Baca juga: 5 Ciri Kepemimpinan Efektif dan Wajib Dipraktikkan

Terlebih, dunia sekarang telah semakin terintegrasi ke dunia digital. Dan melihat tren dan masalah yang ada, kepemimpinan multidimensi semakin penting, relevan, dan dibutuhkan.

Menuju virtual

Beberapa bulan lalu, Facebook berganti nama menjadi Meta. Perubahan ini untuk mendukung ide sebuah dunia virtual yang disebut Metaverse. Visinya adalah menciptakan dunia di mana semua orang bisa bertemu di ruang virtual dengan avatar mereka masing-masing. Gambaran ini seperti film Ready Player One, di mana orang-orang bertemu satu sama lain di dunia virtual.

Ide ini disambut dengan respon yang beragam. Bill Gates, misalnya, mendukung ide ini. Dia mengatakan bahwa dalam 2-3 tahun mendatang, orang-orang akan menggunakan Metaverse untuk pertemuan dan lain sebagainya. Meskipun, dia tidak menampik bahwa masih ada beberapa pekerjaan rumah untuk membuat Metaverse bisa diakses oleh banyak orang.

Di sisi lain, CEO Tesla, Elon Musk, kurang sependapat dengan eksistensi Metaverse. Baginya, Metaverse hanya hype semata. Selain itu, alat-alat yang digunakan menurutnya tidak nyaman. Elon menganggap bahwa teknologi yang sedang dikembangkannya, Neuralink, justru akan menjadi teknologi masa depan.

Sedangkan dari sudut pandang akademisi, Guru Besar Media Universitas Airlangga, Prof Rachmah Ida mengatakan, Metaverse adalah pengembangan dari konsep dunia virtual yang sudah ada. Dia mencontohkan dunia virtual yang bernama Second Life, di mana IBM dan MIT pernah membuat kantor dan kampus virtual.

ilustrasi MetaverseDigital Trends ilustrasi Metaverse
Metaverse memang masih akan berkembang dan menarik untuk melihat sejauh apa perkembangannya. Satu hal yang bisa kita garisbawahi tentang Metaverse adalah integrasi digital yang semakin dalam.

Menurut riset dari Fujitsu 2021, 83 persen organisasi offline telah terlibat dalam transformasi digital, dengan 73 persen organisasi mengimplementasikan transformasi digital. Ke depan, akan semakin banyak jumlah perusahaan yang mengintegrasikan diri ke dunia digital.

Integrasi ini tentu memengaruhi banyak aspek dalam masyarakat, khususnya budaya kerja. Banyak yang memprediksi bahwa budaya kerja ke depan akan lebih fleksibel. Aktivitas ke kantor menjadi berkurang dan work from anywhere jadi prinsip bekerja masa depan. Misalnya di India, survei dari Gartner 2021 menunjukkan bahwa 5 dari 10 pekerja di India merasa produktif bekerja dari rumah.

Baca juga: Oprah Winfrey Luncurkan Program Beasiswa untuk Anak-anak dengan Jiwa Kepemimpinan

Terlebih, pandemi membuat integrasi teknologi menjadi lebih cepat dan bermanfaat untuk bisnis. Màrtínez-Caro, Cegarra-Navarro & Alfonso-Ruiz (2020) mengungkapkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi menjadi alat penting untuk meningkatkan pendapatan dan memunculkan layanan baru serta cara baru dalam bekerja.

Menurut riset dari WEF 2020, pandemi mempercepat digitisasi (84 persen) dan otomatisasi (50 persen). Pandemi memaksa perusahaan untuk menerapkan kerja jarak jauh (83 persen). Artinya, pekerjaan dan budaya kerja akan semakin erat dengan teknologi. Teknologi juga akan memengaruhi bagaimana pola interaksi antara pemimpin dan anggotanya.

Metaverse bisa mengisi peran sebagai jembatan pertemuan antara pemimpin dan anggotanya di ruang virtual. Dengan prinsip menggunakan avatar, kita bisa menciptakan karakter yang sesuai dengan gambaran kita. Orang yang belum pernah bertemu dengan kita akan merasa berbicara langsung kepada kita. Ada kesan bertemu langsung tanpa perlu pergi ke kantor. Kantor-kantor virtual mungkin semakin banyak.

Namun, kemungkinan tersebut belum akan terealisasi dalam beberapa waktu mendatang. Selain itu, gagasan kantor dan bekerja virtual memang menarik, dengan asumsi bahwa budaya kerja organisasi memang baik.

Perusahaan akan banyak beraktivitas di ranah digital untuk memungkinkan semua anggota bertemu, meski melalui avatar.

Apabila melihat dari sudut pandang kepemimpinan, perkembangan Metaverse membuat pemimpin perlu untuk memiliki kemampuan berinteraksi di dunia nyata dan dunia digital.

Keterampilan komunikasi multidimensi menjadi kian sentral. Integrasi teknologi ditambah dengan budaya kerja hybrid, membuat pemimpin perlu untuk adaptasi di dua dunia, sehingga pemimpin multidimensi punya kecakapan intelektual, sosial, dan digital yang sama baiknya.

Aspek terpenting lainnya adalah bagaimana pemimpin mampu mengatur ritme emosinya, karena berada di dua dunia tentu melelahkan. Pemimpin akan menghadapi berbagai karakter anggota di dunia nyata dan dunia digital. Ketika pemimpin tidak mampu mengelola emosinya, ritme kerja akan berantakan ditambah hubungan sosial dan profesional yang terjalin antara pemimpin dan anggota menjadi renggang.

Kecakapan sosial dan digital serta kecerdasan emosi hanya beberapa aspek dari kepemimpinan yang dibutuhkan saat ini. Melihat tantangan-tantangan ke depan, pemimpin perlu untuk memiliki wawasan dan cakrawala lintas bidang yang luas.

Tantangan ke depan

Hingga di akhir tahun, ada banyak dinamika dan perkembangan yang bisa mengubah kebijakan perusahaan dan organisasi setiap saat. Menjelang berakhirnya tahun 2021 dan dimulainya tahun 2022, ada berbagai tantangan yang cukup pelik yang dihadapi pemimpin.

Ada tiga persoalan yang bisa memengaruhi kerja organisasi: manajemen talenta, budaya organisasi, dan kesehatan mental. Pemimpin multidimensi perlu memiliki kejelian dalam melihat akar persoalannya. Selain itu, semangat pemimpin untuk terus belajar lifelong learning mindset menjadi faktor pendukung yang akan membantu pemimpin menemukan benang merah dari setiap persoalan yang dihadapi.

Pandemi menjadi blessing in disguise karena anggota berkesempatan untuk merefleksikan hidup dan pekerjaannya. Banyak dari mereka yang merasa pekerjaannya membosankan.

Alhasil, fenomena The Great Resignation terjadi. Sebanyak empat juta pekerja di Amerika Serikat (AS) mengundurkan diri dari pekerjaannya pada Juli 2021. Penelitian menyebutkan bahwa kebanyakan pekerja yang mengundurkan diri berada di jenjang mid-career level.

Ian Cook menuliskan tiga faktor yang menyebabkan fenomena tersebut terjadi di Harvard Business Review. Pertama, adanya resiko yang lebih tinggi memperkerjakan orang yang kurang pengalaman. Ini menyebabkan pekerja memiliki daya tawar yang lebih kuat. Kedua, bagi mid-career level, mereka menunda transisi karir karena ketidakpastiaan yang disebabkan pandemi. Terakhir, pekerja telah mencapai kondisi yang membuat mereka memikirkan ulang pekerjaan dan hidupnya.

Selain persoalan resign, mengurangi gap antara skill yang dibutuhkan dan yang tersedia juga akan jadi persoalan. Berdasarkan Challenger Hiring Report 2019, 80 persen atasan kesulitan mencari kandidat yang tepat dan 70 persen di antaranya melaporkan kekurangan skill yang tepat. Mempertimbangkan pandemi yang semakin terintegrasi dengan digital, talenta dengan kemampuan digital akan semakin dibutuhkan.

Setelah mewawancarai 9.300 pekerja IT, perusahaan EdTech Skillsoft menemukan bahwa 76 persen pemimpin IT memiliki masalah kesenjangan kemampuan di departemen mereka. Meskipun persentase di tahun 2021 menurun dibandingkan dua tahun sebelumnya, tetapi 36 persen pemimpin bidang IT menganggap skill gap menghambat untuk mencapai tujuan bisnis. Sedangkan 42 persen dari mereka mencapai tujuan kualitas yang ditentukan.

Sebagai tambahan, menurut Business Barometer 2021, di Britania Raya, 63 persen perekrut kesulitan menemukan kandidat yang tepat karena kurangnya pengalaman dan kemampuan spesialis yang dibutuhkan.

Tantangan kedua adalah menciptakan employee experience. Budaya kerja hybrid memang memberikan fleksibilitas dalam bekerja, tetapi membuat pemimpin kesulitan untuk menerapkan employee experience.

Perbedaan tempat dan waktu yang menyebabkannya, di mana ada pekerja yang ke kantor dan ada yang tidak. Ada kesulitan tersendiri untuk membuat pekerja menginternalisasi nilai dan budaya perusahaan. Ketika perusahaan menerapkan kebijakan bekerja dari rumah, ada semacam lost connection antara pekerja.

Setelah satu tahun menerapkan bekerja dari rumah, menurut survei dari OnePoll 2021, tujuh dari 10 pekerja merasa lebih terisolasi. Banyak yang merindukan hal-hal kecil yang biasa dilakukan di dalam kantor, seperti berbincang-bincang, nongkrong setelah bekerja, dan lain sebagainya.

Ruang virtual mungkin bisa menanggulangi soal itu, tetapi dampaknya tidak akan sebesar bertemu tatap muka. Manusia memang pada dasarnya makhluk sosial dan pandemi memaksa kita untuk tidak bertemu dalam waktu yang lama.

Meskipun bekerja dari rumah punya beberapa manfaat, tetap tidak bisa menggantikan keseruan bekerja luring. Belum lagi, ketika bicara ruang virtual, kendala teknologi dan jaringan internet akan mengurangi pengalaman dan hubungan sosial. Belum lagi, tidak semua akan membuka kamera karena alasan kuota ataupun jaringan. Menciptakan employee experience akan menjadi tantangan yang cukup rumit.

Ketiga adalah persoalan kesehatan mental. Penelitian dari Harvard Business School mengungkapkan bahwa 85 persen dari pekerja merasa kesejahteraannya berkurang. Angka yang sama menunjukkan bahwa pekerja merasa kesepian dan terisolasi. IPSOS dan WEF tahun 2020 lalu juga menemukan hal serupa, di mana 13.000 pekerja di 28 negara mengalami mental disorders.

Persoalan kedua dan ketiga saling terhubung. Kurangnya interaksi membuat kita merasa kesepian. Riset dari Trisnasari & Wicaksono (2021) mengonfirmasi hubungan antara WFH dengan perasaan kesepian para pekerja.

Belum juga masalah stres di dalam pekerjaan. Survei yang dilakukan oleh Blind tahun 2020 mengungkapkan ada 68 persen responden yang mengalami kelelahan mental.

Yang dapat dilakukan

Perkembangan yang telah terjadi selama pandemi membuat tuntutan pekerjaan dan pekerja juga berubah. Perubahan itu normal dan perlu kita pikirkan solusi untuk mengatasinya. Ketiga isu di atas akan menjadi tantangan di tahun 2022 dan membutuhkan pendekatan penyelesaian yang berbeda.

Lebih dari itu, kondisi dunia saat ini membuat kepemimpinan yang bersifat multidimensi menjadi semakin relevan. Pemimpin perlu melihat semua masalah dari sudut pandang helikopter (melihat dari atas) untuk mengidentifikasi solusi yang bisa dirumuskan dan dijalankan.

Persoalan manajemen talenta membutuhkan keselarasan antara permintaan dan pasar. Misalkan, dari sisi perusahaan, menurut penelitian dari perusahaan rekrutmen Hays 2021, pemberi kerja menginginkan kemampuan seperti komunikasi dan interpersonal (55 personal), kemampuan mengadopsi perubahan (53 persen), problem-solving (45 persen), fleksibilitas dan adaptabilitas (43 persen), dan manajemen manusia (41 persen).

Selain lima hal itu, kemampuan digital akan jadi tuntutan. Laporan dari Gartner menunjukkan 33 persen kemampuan yang tercantum di job posting 2018 akan tidak relevan di tahun 2022.

Ada dua opsi yang mungkin bisa dilakukan. Pertama, melakukan reskilling dan upskilling. Upaya ini sedang digaungkan dan diprioritaskan oleh perusahaan. Berdasarkan The LinkedIn Workspace Learning Report 2021, 59 persen profesional di bidang L&D menempatkan reskilling dan upskilling sebagai prioritas teratas. Perlu mempertimbangkan kebutuhan perusahaan agar reskilling dan upskilling dapat tepat sasaran.

Opsi kedua adalah memperkerjakan individu yang memiliki semangat belajar tinggi. Kalau dihubungkan dengan konteks Indonesia, terdapat mismatch antara jurusan dan lapangan pekerjaan.

Menurut Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim, 80 persen lulusan tidak bekerja sesuai prodinya. Mismatch ini yang menjadi salah satu alasan sulitnya mendapatkan pekerjaan. Sehingga, pola pikir pemberi kerja bisa diubah dengan lebih berfokus pada soft skill calon pekerja. Melihat daftar keinginan pemberi kerja di atas yang semuanya soft skill, pergantian pola pikir ini menjadi masuk akal dan bisa diterapkan.

Persoalan kedua menurut penulis agak sulit mengingat belum ada formula yang cocok untuk membentuk employee experience. Selain itu, perusahaan hanya bisa mengubah kultur organisasi.

Oleh karena itu, pembentukan budaya harus maksimal. Ada dua opsi yang mungkin bisa dilakukan para pemimpin di perusahaan. Pertama, pemimpin bisa menerapkan "Hari Wajib Masuk" untuk seluruh anggotanya. Melihat fenomena budaya kerja hybrid dan keinginan menginternalisasikan budaya organisasi, cara ini bisa dilakukan sehingga bisa menguatkan pemahaman tentang budaya kerja organisasi.

Kedua, menerapkan kultur inovatif dan inklusif. Maksudnya adalah dengan memberikan kebebasan untuk berinovasi di dalam pekerjaannya. Selain itu, pemimpin perlu lebih membaur dengan anggotanya.

Dengan begitu, jarak sosial antara pemimpin dan pekerja menjadi berkurang, dalam artian, anggota akan senang memiliki pemimpin yang membaur dan peduli. Hal itu bisa menguatkan ikatan antara leaders dan anggota. Pemimpin perlu mendalami pola komunikasi di dua dunia, ruang nyata dan ruang maya.

Pendekatannya berbeda dengan media yang berbeda. Fenomena hybrid tidak bisa dihindari dan semua jajaran manajerial dapat menguatkan pola komunikasi yang konstruktif.

Tentang kesehatan mental, pemimpin perlu mempertimbangkan beban kerja anggotanya, di mana salah satu faktor pekerja stres adalah beban kerja yang berlebihan. Pemimpin bisa bertanya tentang pekerjaan yang saat ini sedang dijalankan sebelum memberikan beban kerja tambahan kepada anggotanya. Ini bisa membuat hasil kerja lebih optimal karena memiliki beban yang seimbang, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.

Peran departemen sumber daya manusia juga vital untuk mengatasi kesehatan mental. Mereka bisa berperan lebih banyak dalam isu ini. Departemen sumber daya manusia dapat mengadakan sesi konseling berkala untuk mengecek keadaan mental para anggota perusahaan.

Upaya ini berharga karena tersedianya ruang untuk bercerita, terlebih jika pekerjanya mayoritas pemuda semua. Keluhan para anggota bisa menjadi masukan berharga untuk kebijakan perusahaan yang lebih baik.

Tentunya, masih ada solusi-solusi lainnya yang bisa diterapkan. Namun, poin pentingnya adalah bagaimana setiap organisasi dapat menyelesaikan masalah ini dengan tepat. Talenta, budaya kerja, dan kesehatan mental adalah tiga hal fundamental yang perlu diselesaikan oleh pemimpin.

Tahun 2022, pemimpin harus bertransformasi menjadi pemimpin yang multidimensi. Pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, kecakapan berinteraksi di dunia sosial dan digital, serta punya wawasan luas, haus belajar, dan memiliki penglihatan helicopter view. Dunia membutuhkan pemimpin multidimensi. Semangat baru dan terus berproses lebih baik.

Happy New Year 2022!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bolehkah Memakai 'Pimple Patch' Lebih dari Sekali?

Bolehkah Memakai "Pimple Patch" Lebih dari Sekali?

Tren
Polisi dan Istri Brigadir RAT Beda Keterangan soal Keberadaan Korban Sebelum Tewas

Polisi dan Istri Brigadir RAT Beda Keterangan soal Keberadaan Korban Sebelum Tewas

Tren
Viral, Video Wisatawan di Curug Ciburial Bogor Kena Pungli, Pelaku Sudah Diamankan

Viral, Video Wisatawan di Curug Ciburial Bogor Kena Pungli, Pelaku Sudah Diamankan

Tren
Alasan Kapolri Buka Peluang Pengungkapan Kasus Meninggalnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Alasan Kapolri Buka Peluang Pengungkapan Kasus Meninggalnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Tren
Kasus KIP Kuliah, Undip: Mahasiswi Rela Mundur untuk Digantikan yang Lebih Butuh

Kasus KIP Kuliah, Undip: Mahasiswi Rela Mundur untuk Digantikan yang Lebih Butuh

Tren
2 Cara Indonesia Lolos Olimpiade 2024 Paris

2 Cara Indonesia Lolos Olimpiade 2024 Paris

Tren
Pertandingan Timnas Indonesia Vs Irak Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Timnas Indonesia Vs Irak Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Penjelasan Wakil Wali Kota Medan soal Paman Bobby Jadi Plh Sekda

Penjelasan Wakil Wali Kota Medan soal Paman Bobby Jadi Plh Sekda

Tren
Daftar Juara Piala Thomas dan Uber dari Masa ke Masa, Indonesia dan China Mendominasi

Daftar Juara Piala Thomas dan Uber dari Masa ke Masa, Indonesia dan China Mendominasi

Tren
Video Viral Pria Ditusuk hingga Meninggal karena Berebut Lahan Parkir, Ini Kata Polisi

Video Viral Pria Ditusuk hingga Meninggal karena Berebut Lahan Parkir, Ini Kata Polisi

Tren
Ramai soal Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah, Ini Alasan KIPK Bisa Dicabut

Ramai soal Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah, Ini Alasan KIPK Bisa Dicabut

Tren
Ramai Dibicarakan, Apa Itu KIP Kuliah? Berikut Syarat, Keunggulan, dan Jangka Waktunya

Ramai Dibicarakan, Apa Itu KIP Kuliah? Berikut Syarat, Keunggulan, dan Jangka Waktunya

Tren
Terungkap, Begini Kronologi Pembunuhan Wanita dalam Koper di Cikarang

Terungkap, Begini Kronologi Pembunuhan Wanita dalam Koper di Cikarang

Tren
Buku-buku Kuno Memiliki Racun dan Berbahaya jika Disentuh, Kok Bisa?

Buku-buku Kuno Memiliki Racun dan Berbahaya jika Disentuh, Kok Bisa?

Tren
Kronologi Kericuhan yang Diduga Libatkan Suporter Sepak Bola di Stasiun Manggarai

Kronologi Kericuhan yang Diduga Libatkan Suporter Sepak Bola di Stasiun Manggarai

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com