Petugas Pos Pengamatan Gunung Api Semeru mengimbau kepada warga yang melakukan aktivitas di aliran luncuran awan panas untuk selalu waspada.
Hal ini karena pos pengamatan mengamati selama 24 jam terakhir telah terjadi gempa letusan sebanyak 61 kali dan 23 kali gempa hembusan.
Baca juga: Mbah Rono Jelaskan Potensi Paling Bahaya dari Erupsi Gunung Semeru
Sementara itu, mengutip TribunNews, Minggu (5/12/2021), Kepala Bidang Kedaruratan dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang mengatakan, selama ini tidak ada Early Warning System (EWS) di Desa Curah Kobokan.
Padahal, alat tersebut penting untuk mendeteksi peringatan dini bencana.
"Alarm (EWS) enggak ada, hanya seismometer di daerah Dusun Kamar A. Itu untuk memantau pergerakan air dari atas agar bisa disampaikan ke penambang di bawah," kata Joko.
Joko menilai, sebelum bencana terjadi alat seismometer tersebut membaca getaran kenaikan debit air mencapai 24 amak.
Akan tetapi, secara visual aktivitas vulkanik tak terlihat lantaran tertutup kabut tebal.
"Info detail yang saya dapat sebelum kejadian, Gunung Semeru tertutup kabut. Tapi dari kamera CCTV pos pantau (Gunung Sawur) terlihat kepulan namun tidak terekam getaran," ujar dia.
Sementara itu, Bupati Lumajang Thoriqul Haq mengatakan, geliat aktivitas Semeru sudah terpantau sejak Jumat (3/12/2021).
Menurut dia, erupsi kecil sudah terjadi pada Jumat. Pada Sabtu (4/12/2021) pagi, kondisi masih terpantau aman.
"Tapi tadi malam hingga sore tadi erupsi-erupsi kecil sering terjadi. Tetapi, hingga tadi pagi kita lakukan pemantauan tadi aman-aman saja," ujar Thoriq dikutip dari KompasTV, Sabtu (4/12/2021).
Ia menyebutkan, ketika siang hujan menguyur Lumajang hingga sore dan secara bersamaan guguran awan panas terjadi.
"Tetapi begitu terjadi hujan yang dimulai siang tadi hingga sore ini kemudian secara tiba-tiba ada awan turun dari Semeru. Kondisinya gelap di beberapa kecamatan," kata dia.