Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Masa Depan Kebudayaan Nusantara dalam Genggaman Generasi Muda

Kompas.com - 08/09/2021, 09:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Alhasil, Korea Selatan saat ini menjadi salah satu negara termaju di Asia. Produk-produk kebudayaan mereka pun (film, musik, makanan, fashion) memiliki pengaruh cukup besar di industri hiburan di Asia dan mampu bersaing ketat dengan dominasi kebudayaan Barat.

Bahasa, sastra, dan budaya Korea Selatan juga banyak dipelajari baik di lembaga pendidikan non-formal hingga universitas di berbagai negara, salah satunya di Indonesia.

Di sini jelas terlihat bahwa selain berfungsi membangun karakter dan moral masyarakat suatu bangsa, kebudayaan yang dikemas dan dikelola dengan baik memiliki pengaruh yang sangat positif untuk sektor-sektor lainnya.

Tantangan kebudayaan nusantara 

Sejak maraknya globalisasi dan modernisasi, gempuran budaya asing semakin hari semakin tidak terkendali. Hal ini dapat dilihat dari popularitas produk-produk asing di Indonesia seperti fashion, film, elektronik, musik, bahasa, kuliner, hingga gaya hidup.

Banyak generasi muda kita yang merasa bangga meniru budaya asing dan lupa akan nilai-nilai luhur warisan budaya nenek moyang.

Faktanya, globalisasi telah banyak mengubah pola pikir dan pandangan generasi muda yang berpotensi mengikis kebudayaan lokal. Mereka yang masih menaruh perhatian pada seni tradisi agar tidak hilang oleh kemajuan zaman jumlahnya pun tidak banyak.

Jika tidak diantisipasi sedini mungkin, globalisasi akan memberikan peluang besar kepada bangsa lain untuk menginternalisasi budayanya pada masyarakat kita.

Secara tidak langsung budaya leluhur kita tidak hanya dipelajari, tetapi bisa saja diakui menjadi milik bangsa lain karena masyarakatnya yang kurang memperhatikan kebudayaannya sendiri.

Contohnya adalah lagu asal Maluku yang berjudul Rasa Sayang-Sayange yang sempat diklaim oleh Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia (Lubis, 2020). Selain memprihatinkan, peristiwa tersebut berpotensi memicu konflik antarnegara.

Generasi Muda 

Dalam upaya mempertahankan eksistensi kebudayaan lokal dari ancaman globalisasi dan perkembangan teknologi-informasi, generasi muda harus secara kolaboratif dan partisipatif melakukan berbagai strategi pelestarian budaya.

Mengapa pemuda?

Sejarah mencatat pemuda memiliki peran penting dalam membentuk dan menjaga keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga di tangan merekalah masa depan kebudayaan akan ditentukan.

Alasan lainnya adalah karena pemuda selalu identik dengan gagasan dan kreativitasnya yang tinggi, ambisius, kolaboratif, idealis, memiliki etos kerja pengabdian yang tinggi, serta potensial mampu menjadi agent of change/development.

Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh generasi muda untuk melestarikan kebudayaan lokal, antara lain,

  1. Mencintai dan bangga dengan kebudayaan lokal tanpa menutup diri dengan kebudayaan lain;

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com