Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menghayati Makna Keadilan

Kompas.com - 03/09/2021, 09:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMULA saya menganggap hukum dan keadilan sama saja. Adalah mahaguru hukum sekaligus keadilan saya, Prof Satjipto Rahardjo, yang menyadarkan saya bahwa hukum beda dengan keadilan.

Kemudian Prof Adnan Buyung Nasution beserta Prof Mahfud MD dan Prof Yasonna Laoly mempermantap kesadaran saya bahwa hukum memang tidak sama dengan keadilan.

Hukum dan keadilan adalah dua zat sama-sukma namun beda-sosok satu dengan lainnya.

Hukum sudah berhasil (sampai titik tertentu) terwujud menjadi das sein sementara keadilan masih merupakan das sollen peradaban umat manusia yang belum kunjung terwujud.

Makna

Tersedia secara tak terhingga definisi tentang keadilan. Agar tidak memicu kaos akibat kebingungan terhadap begitu banyak tafsir terhadap keadilan saya berpegang kepada definisi yang digagas oleh para pemikir keadilan yang tergabung pada Stanford Encyclopedia of Philosophy sebagai berikut,

"The idea of justice occupies centre stage both in ethics, and in legal and political philosophy. We apply it to individual actions, to laws, and to public policies, and we think in each case that if they are unjust this is a strong, maybe even conclusive, reason to reject them.

Classically, justice was counted as one of the four cardinal virtues (and sometimes as the most important of the four); in modern times John Rawls famously described it as ‘the first virtue of social institutions’.

We might debate which of these realms of practical philosophy has first claim on justice: is it first and foremost a property of the law, for example, and only derivatively a property of individuals and other institutions?

But it is probably more enlightening to accept that the idea has over time sunk deep roots in each of these domains, and to try to make sense of such a wide-ranging concept by identifying elements that are present whenever justice is invoked, but also examining the different forms it takes in various practical contexts.

This article aims to provide a general map of the ways in which justice has been understood by philosophers, past and present."

Das sein

Berdasar pengamatan terhadap apa yang terjadi lembaga hukum terutama pada keputusan hakim saya berani menyimpulkan bahwa keadilan dengan hukum masih pada posisi jauh panggang dari api.

Dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun keputusan hakim yang dinilai adil secara total menyeluruh oleh masyarakat.

Setiap keputusan hakim mulai terhadap pencuri seekor ayam sampai koruptor megatriliunan rupiah selalu ada yang menganggapnya sebagai adil namun pasti ada pula yang menganggapnya sebagai tidak adil baik dalam kuantitas mau pun kualitas hukumannya.

Secara khusus, konstitusi negara sudah menyediakan suatu sistem tahapan pengadilan negeri, pengadilan tinggi ke mahkamah agung bahkan ada pula mahkamah konstitusi untuk menampung aspirasi masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil dalam arti vonis hakim dianggap terlalu berat mau pun dinilai terlalu ringan.

Saya pribadi pernah ketemu batunya ketika menuntut keadilan dari ayah saya yang menurut saya lebih memperhatikan adik saya ketimbang saya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com