Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Minta Vaksin Booster Ditunda, Ini Alasannya

Kompas.com - 27/08/2021, 16:00 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

Menawarkan dosis booster untuk sebagian besar populasi, ketika banyak yang belum menerima dosis pertama, bisa merusak prinsip kesetaraan nasional dan global.

Baca juga: Penjelasan Kemenkes soal Ramai Efek Samping Moderna yang Disebut Lebih Terasa ketimbang Vaksin Lain

Bukti yang diperlukan

Lebih lanjut, WHO menjelaskan pemakaian dosis booster harus didukung oleh bukti terkait berkurangnya efektivitas vaksin.

Bukti tersebut khususnya penurunan perlindungan terhadap penyakit parah pada populasi umum atau populasi berisiko tinggi, atau karena varian yang beredar.

Sampai saat ini, bukti masih terbatas dan tidak meyakinkan pada kebutuhan luas untuk dosis booster.

WHO secara hati-hati memantau situasi dan akan terus bekerja sama dengan negara-negara untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk rekomendasi kebijakan.

Pertemuan WHO

Pada pertemuan di Hongaria, Budapest, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa dia sangat kecewa dengan cakupan sumbangan vaksin di seluruh dunia.

Hal ini dikarenakan banyak negara masih membutuhkan bantuan stok vaksin, sementara negara-negara kaya menimbun stok vaksin.

Melansir AP News, Senin (23/8/2021), Tedros meminta negara-negara yang sudah menawarkan dosis vaksin ketiga pada warganya, untuk membagi vaksin tersebut ke negara lain yang lebih membutuhkan.

Beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Israel, dan Hongaria, serta negara lain di Eropa, Timur Tengah, dan Asia, sudah menawarkan atau berencana menawarkan suntikan booster Covid-19 bagi warganya.

Badan kesehatan PBB telah berulang kali menyerukan negara-negara kaya untuk berbuat lebih banyak dengan membantu meningkatkan akses ke vaksin di negara berkembang.

Pada Senin, Tedros mengatakan bahwa dari 4,8 miliar dosis vaksin yang dikirimkan hingga saat ini secara global, 75 persen telah diberikan hanya ke 10 negara, sementara cakupan vaksin di Afrika kurang dari 2 persen.

Baca juga: Kronologi Ledakan Bom Kabul Afghanistan yang Tewaskan 90 Warga dan 13 Tentara AS

Berisiko memunculkan varian baru

Mengesampingkan pemerataan akses vaksin bisa merusak mitigasi pandemi secara global, dengan implikasi parah bagi kesehatan, kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat.

WHO menegaskan, penyuntikan vaksin booster harus didorong oleh bukti.

Di luar data klinis dan epidemiologis, keputusan untuk merekomendasikan dosis booster merupakan hal yang kompleks dan butuh pertimbangan aspek strategis dan program nasional.

Ketidakadilan vaksin dan nasionalisme vaksin, kata Tedros, bisa meningkatkan risiko munculnya varian yang lebih menular.

Hal ini karena varian baru bisa muncul di negara-negara yang tidak mendapat cakupan vaksin yang memadahi. Tidak menutup kemungkinan, varian baru yang muncul bisa kembali merugikan banyak negara, termasuk mereka yang telah mendapat suntikan booster.

“Virus ini akan berpeluang beredar di negara-negara dengan cakupan vaksinasi rendah, dan varian Delta bisa berkembang menjadi lebih virulen, dan pada saat yang sama juga bisa muncul varian yang lebih kuat,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar Ormas Keagmaan yang Kini Bisa Kelola Lahan Tambang Indonesia

Daftar Ormas Keagmaan yang Kini Bisa Kelola Lahan Tambang Indonesia

Tren
Buku Karya Arthur Conan Doyle di Perpustakaan Finlandia Baru Dikembalikan setelah 84 Tahun Dipinjam, Kok Bisa?

Buku Karya Arthur Conan Doyle di Perpustakaan Finlandia Baru Dikembalikan setelah 84 Tahun Dipinjam, Kok Bisa?

Tren
8 Fenomena Astronomi Sepanjang Juni 2024, Ada Parade Planet dan Strawberry Moon

8 Fenomena Astronomi Sepanjang Juni 2024, Ada Parade Planet dan Strawberry Moon

Tren
4 Provinsi Gelar Pemutihan Pajak Kendaraan Juni 2024, Catat Jadwalnya

4 Provinsi Gelar Pemutihan Pajak Kendaraan Juni 2024, Catat Jadwalnya

Tren
7 Cara Cek Pemadanan NIK-NPWP Sudah atau Belum, Klik ereg.pajak.go.id

7 Cara Cek Pemadanan NIK-NPWP Sudah atau Belum, Klik ereg.pajak.go.id

Tren
Perbandingan Rangking Indonesia Vs Tanzania, Siapa yang Lebih Unggul?

Perbandingan Rangking Indonesia Vs Tanzania, Siapa yang Lebih Unggul?

Tren
Kenali Beragam Potensi Manfaat Daun Bawang untuk Kesehatan

Kenali Beragam Potensi Manfaat Daun Bawang untuk Kesehatan

Tren
Mempelajari Bahasa Paus

Mempelajari Bahasa Paus

Tren
7 Potensi Manfaat Buah Gandaria, Apa Saja?

7 Potensi Manfaat Buah Gandaria, Apa Saja?

Tren
Dortmund Panen Kecaman setelah Disponsori Rheinmetall, Pemasok Senjata Perang Israel dan Ukraina

Dortmund Panen Kecaman setelah Disponsori Rheinmetall, Pemasok Senjata Perang Israel dan Ukraina

Tren
Murid di Malaysia Jadi Difabel setelah Dijemur 3 Jam di Lapangan, Keluarga Tuntut Sekolah

Murid di Malaysia Jadi Difabel setelah Dijemur 3 Jam di Lapangan, Keluarga Tuntut Sekolah

Tren
Sosok Calvin Verdonk, Pemain Naturalisasi yang Diproyeksi Ikut Laga Indonesia Vs Tanzania

Sosok Calvin Verdonk, Pemain Naturalisasi yang Diproyeksi Ikut Laga Indonesia Vs Tanzania

Tren
Awal Kemarau, Sebagian Besar Wilayah Masih Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang, Mana Saja?

Awal Kemarau, Sebagian Besar Wilayah Masih Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang, Mana Saja?

Tren
Mengenal Gerakan Blockout 2024 dan Pengaruhnya pada Palestina

Mengenal Gerakan Blockout 2024 dan Pengaruhnya pada Palestina

Tren
Korea Utara Bangun 50.000 Rumah Gratis untuk Warga, Tanpa Iuran seperti Tapera

Korea Utara Bangun 50.000 Rumah Gratis untuk Warga, Tanpa Iuran seperti Tapera

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com