Saya memutuskan untuk berkeliling di sekitar Danau Batur. Air di sana memantulkan cahaya matahari.
Ia seperti cermin bening yang menakjubkan. Sambil menenangkan perut yang terasa lapar, saya berhenti sejenak, menyerap nuansa negeri di atas awan tersebut.
Ada satu tempat kecil yang menangkap mata saya. Ia terletak persis di hadapan Gunung Batur.
Sungguh, tempat itu seperti di negeri dongeng. Ia terletak di atas awan. Saya pun melanjutkan perjalan ke sana.
Karena hari masih pagi, tempat itu belum buka. Sejenak, saya menunggu.
Tak lama, dua orang datang menghampiri saya. Mereka adalah pasangan suami istri yang memiliki dan mengelola restoran tersebut.
Dengan senyum lebar, mereka mempersilahkan saya masuk. Saya pun memesan makanan dari menu yang tersedia.
Sambil mempersiapkan makanan, saya pun bercakap-cakap dengan mereka. Saya mengajukan pertanyaan tentang keadaan masyarakat Bali sekarang ini.
Bali memang sedang mengalami pemurnian besar-besaran, kata mereka. Uang yang dulu begitu mudah dan cepat kini berhenti.
Kintamani yang dulu begitu ramai oleh wisatawan dari seluruh dunia kini sepi.
Bali diajak untuk memurnikan diri, dan kembali ke jati dirinya yang asli, begitu kata Pak Wayan, pemilik dari rumah makan kecil tersebut.
Justru di dalam krisis, kita diuji, begitu katanya. Masyarakat Bali harus tetap menjaga harmoni dengan Tuhan, sesama manusia dan alam keseluruhan.
Perbuatan baik tetap harus dijalankan, supaya seluruh masyarakat bisa melalui semua krisis ini dengan selamat.
Berbagai ritual keagamaan, dan upaya untuk menjaga alam, juga perlu untuk terus dijalankan.
Agama haruslah membimbing manusia ke arah keluhuran dan harmoni hidup. Agama tidak boleh menyebarkan kekerasan, apalagi membawa bom untuk membunuh orang lain, begitu katanya.
Pak Wayan memang sangat terpukul dengan tragedi Bom Bali. Ia merasa, Indonesia harus belajar dari spiritualitas Bali, yakni Tri Hita Karana tersebut.
Sebelum membangun restoran yang menghadap langsung Gunung Batur ini, pak Wayan adalah pelayan di sebuah hotel. Ia memutuskan untuk berbisnis dengan meminjam dari institusi di desanya.
Sambil menyantap sarapan, saya merenung di hadapan Gunung Batur. Sampai kapan pemurnian ini akan terus berlangsung?
Di bulan Juli 2021, keadaan justru semakin parah. Pemerintah mempersulit semua jalan masuk ke Bali.
Alasannya tetap sama, yakni mengurangi penyebaran Covid-19. Padahal, masyarakat Bali sangat patuh pada protokol kesehatan. Mereka juga wajib untuk vaksinasi.
Tampaknya, penyebaran memang sungguh sulit dibendung sekarang ini. Kita hanya bisa mempersiapkan fasilitas kesehatan yang memadai, serta menjaga kesehatan pribadi masing-masing.
Sampai kapan Bali, dan kita semua, harus terus menjalani pemurnian, akibat pandemi Covid19? Jawabannya masih menjadi misteri untuk kita semua…
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.