KOMPAS.com - Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) menyampaikan bahwa ada dua hujan meteor yang akan berlangsung pada Juli 2021.
Adapun dua hujan meteor itu adalah Alfa Capricornid dan Delta Aquarid.
Peneliti Pusat Sains dan Antariksa (Pusainsa) Lapan, Andi Pangerang mengatakan, Indonesia juga berkesempatan menyaksikan fenomena astronomi ini.
"Puncak dari kedua hujan meteor ini terjadi pada 28 Juli 2021 pukul 10.00 WIB/11.00 WITA/12.00 WIT," ujar Andi kepada Kompas.com baru-baru ini.
Namun, Andi menjelaskan bahwa hujan meteor baru bisa disaksikan pukul 19.45 WIB/WITA/WIT dari arah Timur-Tenggara sampai 29 Juli 2021 pukul 05.30 WIB/WITA/WIT dari arah Barat-Barat Daya.
"Jadi, menyesuaikan dengan waktu terbitnya titik radian untuk masing-masing zona waktu," lanjut dia.
Baca juga: Apa yang Akan Terjadi ketika Matahari Mati? Ini Penjelasan Lapan
Asal mula penamaan fenomena hujan meteor Alfa Capricornid berdasarkan titik radian yang terletak di bintang Alfa Capricorni (Algedi) konstelasi Capricornus.
Menurut Andi, hujan meteor Alfa Capricornid sudah aktif sejak 3 tahun lalu dan berakhir pada 15 Agustus 2021.
"Hujan metepr Alfa Capricornid terbentuk dari sisa komet 169P/NEAT," kata dia.
Selain itu, intensitas maksimum hujan meteor Alfa Capricornid yakni 5 meteor per jam.
Sebagai tambahan, kelajuan komet Capricornid sebesar 86.400 km/jam.
Baca juga: 9 Komet yang Akan Melintas pada 2021, Apa Saja?
Sementara, penamaan hujan meteor Delta Aquarid berdasarkan titik radian yang terletak di bintang Delta Aquarii (Skat) konstelasi Aquarius.
Terkait pembentukannya, hujan meteor Delta Aquarid diduga terbentuk dari sisa debu komet 96P/Machhloz.
"Delta Aquarid aktif mulai 12 Juli hingga 23 Agustus dan ketampakan terbaik saat sebelum fajar astronomis (sekitar pukul 03.00-04.00 WIB/WITA/WIT)," kata Andi.
Lebih lanjut, intensitas maksimum hujan meteor Delta Aquarid untuk Indonesia sekitar 14-15 meteor per jam dengan kelajuan mencapai 147.600 km/jam.
Baca juga: Fenomena Matahari Berada di Atas Kabah 15 Juli dan Cara Menentukan Arah Kiblat
Bagi masyarakat Indonesia yang ingin menyaksikan fenomena langit ini, Andi mengatakan, bisa melihat tanpa alat bantu optik apa pun.
"Tanpa bantuan alat optik, tapi dengan kondisi cuaca yang cerah tanpa halangan apa pun di sekitar medan pandang," kata dia.
Ia mengimbau, masyarakat yang melihat diharapkan bersabar untuk menantikan kedua hujan meteor ini, mengingat intensitas yang relatif sedikit.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Satelit Terbesar Saturnus Titan Ditemukan
Meski begitu, masyarakat dapat mengabadikannya menggunakan kamera baik DSLR maupun ponsel selama mendukung moda bukaan panjang (long exposure).
Untuk waktu pengamatan, Andi mengatakan, hujan meteor memang optimal diamati pada waktu berikut:
Baca juga: Bisa Diamati di Seluruh Indonesia, Catat Jadwal Saksikan Komet Neowise
Tak hanya memperhatikan waktu, lamanya waktu pemotretan juga akan memengaruhi kualitas hasil gambar yang diperoleh.
"Cahaya bulan dapat mengganggu pengamatan kedua hujan meteor ini," ujar Andi.
Oleh karena itu, masyarakat tidak dapat menyaksikan maupun mengabadikan kedua hujan meteor jika intensitas maksimum secara optimal dikarenakan saat puncak hujan meteor masih memasuki fase Bulan Susut (Benjol Akhir).
Baca juga: Cara Sederhana Membuat Kacamata Matahari untuk Melihat Gerhana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.