Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Viral Sebagai Obat Covid-19, Produsen Ivermectin Minta Maaf

Kompas.com - 18/07/2021, 15:00 WIB
Artika Rachmi Farmita

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Sempat diyakini sebagai obat yang manjur untuk Covid-19, produsen Ivermectin menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. PT Harsen Laboratories mengakui sejumlah pelanggaran, termasuk menggiring opini masyarakat awam membelinya tanpa resep.

Dalam permohonan maaf yang berjudul “Penyampaian Permohonan Maaf atas Permasalahan Produksi dan Distribusi Ivermax12”, PT Harsen Laboratories mengakui sejumlah petinggi perusahaan telah menggiring opini yang membuat masyarakat membeli dan mengonsumsi Ivermectin untuk pengobatan Covid-19.

Permohonan maaf ini dimuat dalam Harian Kompas edisi Minggu (18/7/2021) halaman 11 dan tertulis atas nama Presiden Direktur PT Harsen Laboratories, Haryoseno.

Baca juga: Saat Surat Edaran Distribusi Obat BPOM Dianggap Izin Penggunaan Darurat Ivermectin

Minta maaf karena menggiring opini masyarakat

"Kami Direksi PT Harsen Laboratories memohon maaf yang sebesar besarnya kepada Badan POM RI, dimana dalam berbagai media massa Sdr Sofia Koswara, Iskandar Purnomo Hadi dan dr. Riyo Kristian Utomo yang menyebut diri masing-masing sebagai Vice President, Direktur Komunikasi dan Direktur Marketing PT Harsen Laboratories, telah menggiring opini masyarakat untuk melakukan pengobatan Covid-19 sendiri, dan mengakibatkan masyarakat membeli lvermax12 tanpa resep dan pengawasan dari dokter," demikian bunyi paragraf pertamanya.

Pihaknya mengakui bahwa pernyataan-pernyataan ketiga orang tersebut di berbagai media massa telah merugikan integritas dan nama baik BPOM RI. Termasuk memberi tanggapan atas hasil inspeksi yang dilakukan BPOM ketika mengunjungi pabrik mereka.

"Kami Direksi PT Harsen Laboratories juga meminta maaf kepada BPOM atas temuan kritikal yang ditemukan pada saat BPOM melakukan inspeksi ke fasilitas PT Harsen Laboratories terkait produksi dan distribusi Ivermax12.”

Baca juga: Alasan BPOM, WHO, dan FDA Belum Setujui Ivermectin sebagai Obat Covid-19

Konsekuensi dari temuan inspeksi tersebut, BPOM RI memberikan sanksi berupa penghentian sementara kegiatan fasilitas produksi Ivermax12, serta perintah penarikan kembali produk Ivermax12.

Pihaknya pun menyampaikan telah menjalankan sanksi tersebut dan telah membuat Corrective and Preventive Actions (CAPA) dan akan menyelesaikan tuntas temuan tersebut dan melaporkannya kepada BPOM RI.

"Kami PT Harsen Laboratories berjanji akan melakukan perbaikan sesuai dengan saran konstruktif dari BPOM RI termaksud.

Untuk ke depannya kami akan berupaya secara konsisten dalam memproduksi dan mendistribusikan Ivermax12 sepenuhnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Cara-cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara-cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB)," tulisnya di paragraf berikutnya.

Selain itu, PT Harsen Laboratories menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat karena telah memberikan informasi yang berlebihan tentang produk Ivermax12 yang diproduksi dan distribusikan perusahaan itu.

"Kami klarifikasi di sini bahwa izin edar yang kami terima dari BPOM RI untuk Ivermax12 adalah untuk pengobatan cacingan dan bahwa benar Ivermax12 adalah obat keras yang penggunaannya harus dengan resep dokter," demikian keterangan terakhir pengumuman tersebut.

Permohonan tersebut merupakan buntut teguran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang salah satunya menemukan PT Harsen sebagai pihak yang melanggar aturan, yakni tidak memenuhi sejumlah syarat terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk obat Ivermectin dengan merek Ivermax12.

Buntut hasil temuan BPOM saat inspeksi

Sebelumnya, BPOM menemukan PT Harsen tidak memenuhi ketentuan penggunaan bahan baku Ivermectin dengan pemasukan yang tidak melalui jalur resmi sesuai ketentuan atau ilegal.

Baca juga: Belum Ada Izin Penggunaan Darurat untuk Ivermectin, BPOM: Uji Klinik Baru Dimulai

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, PT Harsen mendistribusikan obat Ivermax12 (Ivermectin) ini tidak dalam kemasan siap edar.

“Dus kemasan yang memang sudah disetujui di dalam pemberian izin edar yaitu adalah ketentuan yang harus diikuti dengan kepatuhan," ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara dalam konferensi pers dalam konferensi pers di mengatakan Jakarta, Jumat (2/7/2021).

PT Harsen juga mencantumkan masa kedaluwarsa obat itu tidak sesuai dengan yang telah disetujui oleh BPOM. Semestinya dengan data stabilitas yang diterima BPOM, masa kedaluwarsa ialah 12 bulan setelah tanggal produksi.

Namun PT Harsen mencantumkan untuk dua tahun setelah tanggal produksi. "Itu adalah satu hal yang 'critical' yang ada tanggal kedaluwarsa," ujar Penny.

Tidak hanya itu saja, pelanggaran lain adalah PT Harsen mengedarkan obat yang belum dilakukan pemastian mutu dari produknya. Seharusnya promosi obat keras hanya diperbolehkan di forum tenaga kesehatan dan tidak boleh dilakukan di publik.

Promosi ke masyarakat umum langsung oleh industri farmasi merupakan suatu pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran itu bisa menyebabkan mutu obat yang menurun atau tidak bisa dipertanggungjawabkan sehingga bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Sumber: Kompas.com (Penulis Deti Mega Purnamasari | Editor Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com