Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menyadari Hak Asasi Virus Corona

Kompas.com - 15/07/2021, 15:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKIBAT tidak suka akibat takut terhadap virus Corona maka saya kerap menggunakan predikat “angkara murka” sebagai kata sifat virus yang telah berjaya mengguncang planet bumi termasuk Indonesia sejak awal 2020.

Setiap saat mau-tidak-mau saya senantiasa menunggu giliran terpapar Corona. Ketakutan saya menjadi kesedihan akibat beberapa sahabat bahkan sanak keluarga telah jatuh sakit bahkan wafat akibat keganasan virus Corona yang kini alih-alih mereda malah makin merajalelakan diri di persada Nusantara masa kini.

Evolusi

Namun Prof Dr Ir Damayanti Buchori M.Sc tidak setuju predikat angkara murka yang saya gunakan untuk menghujat sepak terjang para virus Corona beserta para sanak-mutasi yang makin buas.

Prof Damayanti memberikan komentar tertulis melalui jejaring whatsapp:

“Virusnya sih bukan angkara murka Pak Jaya.. it is just trying to survive..and doing what they know best: mutate... sudah nature mereka, to evolve”.

Yang kemudian bijak berlanjut,

“dilihat dari kacamata biologi, virus tidak punya perasaan, hence tidak bisa marah. Tapi memang prahara kematian yang luar biasa ini menampakkan adanya 'angkara murka'. Tapi kenapa sampai terjadi? Apakah karena virusnya marah atau manusia yang gagal mengelola alam?. Just a deep thought from my side. Maaf kalau saya salah berkata“.

Kontemplasi

Saya yakin Prof Damayanti Buchori sama sekali tidak salah berkata. Beliau malah menyadarkan saya bahwa istilah “angkara murka” pada hakikatnya secara personal terlalu baper alias terbawa perasaan cemas campur panik plus duka akibat saya merasa kehilangan para sahabat bahkan sanak keluarga sementara saya tidak berdaya apa pun kecuali menunggu giliran saya terpapar Corona.

Distressed banget! Pemikiran Prof Damayanti Buchori sebagai ilmuwan entomologi merangkap ekologi evolusionar IPB sangat berharga untuk direnungi lebih mendalam mengingat virus dihadirkan di planet bumi bukan tanpa maksud tujuan tertentu namun sebagai mata rantai yang hakiki melekat pada untaian rantai ekosistem.

Apabila ekulibrium ekosistem terganggu maka wajar jika virus termasuk Covid-19 dengan segenap begundal mutannya “berontak” dengan mengevolusikan diri agar adaptif dengan perubahan lingkungannya.

Hak asasi

Sama dengan manusia maka virus juga berhak asasi untuk memiliki hak asasi. Sama dengan manusia maka virus juga berhak asasi untuk hidup.

Sama dengan manusia maka virus juga berhak asasi untuk berjuang demi bertahan hidup di tengah kemelut apa yang disebut sebagai kehidupan di planet bumi ini.

Justru apa yang saya sebut sebagai hak asasi virus itu perlu dicermati oleh manusia yang juga memiliki hak asasi untuk bertahan hidup demi mencari cara terbaik menanggulangi pagebluk Corona.

Saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Prof Damayanti Buchori atas penyadaran tentang makna hak asasi virus untuk bertahan eksis (lebih baik saya hindari istilah hidup sebab konon virus hanya hidup apabila menempel pada manusia) berhadapan dengan hak asasi manusia untuk bertahan hidup jika ditempeli virus.

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com