Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kurang Sreg dengan Penilaian Bank Dunia

Kompas.com - 02/07/2021, 11:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Terberitakan oleh Kompas.com 30 Juni 2021 bahwa Bank Dunia (World Bank) menilai mayoritas pekerjaan Indonesia didominasi oleh pekerjaan yang berkualitas rendah (low quality).

Berdasarkan laporan terbaru Bank Dunia yang berjudul Pathways to Middle-Class Jobs in Indonesia, terdeteksi sekitar dua pertiga pekerjaan (66,67 persen) di Indonesia berkualitas rendah.

Baca juga: Bank Dunia Sebut Dua Pertiga Pekerjaan di Indonesia Berkualitas Rendah

Bank Dunia menyebutkan, pekerjaan tersebut di antaranya ojek online, penjual warung makanan, dan pekerjaan sektor informal lain yang dianggap tidak memiliki kesesuaian penghasilan dengan beban kerja.

Bank Dunia menilai rasio pekerjaan sektor informal bahkan mencapai tiga perempat dari total pekerjaan pada tahun 2019.

Diskriminatif

Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap Bank Dunia yang pasti memiliki para tokoh pemikir sosio-ekonomi kelas dunia sebagai rakyat jelata Indonesia saya merasa kurang sreg atas penilaian Bank Dunia terhadap alam ketenagakerjaan Indonesia.

Memang secara obyektif dapat diyakini bahwa pasti Bank Dunia memiliki tujuan positif konstruktif agar pemerintah Indonesia lebih berusaha meningkatkan mutu pekerjaan rakyat agar apa yang disebut sebagai kelas menengah dapat terbentuk mantap di persada Indonesia .

Namun secara subyektif saya merasakan gejala diskriminatif terhadap pekerjaan rakyat Indonesia dengan eksplisit memilah serta memisahkan yang berkualitas rendah dari yang berkualitas tinggi.

Istilah rendah memang cenderung merendahkan. Sebagai insan awam yang meyakini kuantitas bisa diukur namun kualitas mustahil diukur kecuali dipaksakan seperti tes kecerdasan atau tes wawasan kebangsaan, mohon dimaafkan bahwa saya pribadi merasa kurang sreg terhadap penilaian diskriminatif terhadap kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia.

Sektor informal

Berdasar observasi empiris organoleptik yang dilakukan Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan terhadap kenyataan kegiatan sektor informal, saya berani menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada rakyat Indonesia yang ingin apalagi bercita-cita melakukan pekerjaan yang kualitasnya rendah seperti penilaian oleh Bank Dunia.

Apalagi orangtua saya terlanjur mendidik saya untuk jangan memandang rendah pekerjaan manusia yang halal dalam arti tidak bersifat kriminal atau merugikan orang lain.

Saya tidak berani memandang rendah pekerjaan yang dikerjakan para penjual makanan angkringan serta para penjual jamu gendong.

Maka saya selalu menghormati para ojekis, pedagang asongan, pemulung serta para wirausahawan/wati kaki lima.

Para beliau yang berkarya mencari nafkah di sektor informal justru merupakan para pekerja keras sejati yang saya yakini sepenuhnya justru merupakan para tokoh soko-guru ekonomi nasional Indonesia. Merdeka! 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com