Dilansir dari Sains Kompas.com, Rabu (19/5/2021), dalam pembuatan vaksin Novavax, para peneliti memodifikasi gen dalam protein spike.
Mereka memasukkan gen tersebut ke dalam virus yang berbeda, yang disebut baculovirus, dan membiarkannya menginfeksi sel serangga.
Sel yang terinfeksi menghasilkan protein lonjakan yang secara spontan bergabung bersama untuk membentuk lonjakan, seperti yang mereka lakukan di permukaan virus corona.
Metode serupa dalam menumbuhkan dan memanen protein virus, sebelumnya juga sudah digunakan untuk membuat vaksin berlisensi untuk penyakit seperti influenza dan HPV.
Jika orang yang sudah divaksin terinfeksi virus corona, antibodi mereka dapat mengunci protein lonjakan tersebut. Sehingga, virus pun tidak dapat memasuki sel dan infeksinya akan diblokir.
Vaksin Novavax juga dapat memicu perlindungan lain dengan menghancurkan sel yang terinfeksi. Ketika virus corona menyerang, sel yang terinfeksi meletakkan fragmen protein lonjakannya di permukaannya.
Sel pembawa antigen dapat mengaktifkan jenis sel kekebalan yang disebut sel T pembunuh.
Ia dapat mengenali sel yang terinfeksi virus corona dan menghancurkannya sehingga tidak dapat menghasilkan virus baru.
Baca juga: Pendaftaran CPNS dan PPPK Dibuka 31 Mei, Ini Syarat dan Ketentuan Lengkapnya
Pada 28 Januari 2021, Novavax melibatkan lebih dari 15.000 peserta berusia antara 18-84 tahun, termasuk 27 persen di atas usia 65 tahun di Inggris untuk uji coba.
Setelahnya, pada 3 Mei 2021, perusahaan Novavax Inc kembali melakukan uji coba tahap akhir vaksin Covid-19 kepada remaja berusia 12-17 tahun.
Perusahaan yang berbasis di Maryland, AS itu melibatkan hingga 3.000 remaja berusia 12-17 tahun dalam uji klinis Fase 3, yang akan dilakukan di hingga 75 lokasi di seluruh negeri.
Namun hasilnya baru akan keluar pada Kuartal II tahun 2021.
Untuk sementara ini, Novavax hanya boleh digunakan untuk usia 18 tahun ke atas.
Baca juga: Uji Coba di Inggris, Vaksin Novavax Efektif 96 Persen Lawan Virus Corona
Melansir Reuters, (5/5/2021), menurut analisis terbaru, Noavavax memiliki efikasi 51 persen melawan infeksi yang disebabkan oleh varian B.1.351 dari Afrika Selatan.
Sebanyak 43 persen kelompok orang yang diuji merupakan orang-orang dengan HIV positif.