"Sebetulnya, kedua pihak harus sama aktifnya," kata Windhu pada Kompas.com, Kamis (6/5/2021).
Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?
Dia mengatakan semua orang yang merasa punya gejala harus datang ke tempat pelayanan kesehatan (dokter, puskesmas, RS, dan lain-lain) untuk didiagnosis (dilakukan testing PCR).
Bila positif selanjutnya diisolasi (agar tidak menjadi penular) dan dirawat bila mempunyai gejala sedang sampai critical agar sembuh dan tidak mati.
Selain itu, kata Windhu, provider kesehatan (termasuk pemerintah) harus melakukan penyelidikan epidemiologi dengan contact tracing yang massif agar menemukan suspect yang semuanya harus ditest PCR juga.
Baca juga: Benarkah Swab Test Bisa Merusak Otak? Simak Penjelasan Dokter
"Pemerintah harus proaktif secara massif melakukan case finding (penemuan kasus) dengan tracing dan testing yang robust, sehingga meski pun masyarakatnya malas atau takut periksa tetap bakal terjaring," ujar Windhu.
Dia mengungkapkan tracing dan PCR testing melemah saat ini dan sudah jarang mencapai jumlah minimum mingguan yang ditetapkan oleh WHO.
"Kalau ditambahkan dengan RDT Antigen memang bisa mencapai batas minimum, tetapi RDT Antigen bukan gold standard diagnosis, hanya sebagai alat screening," imbuhnya.
Baca juga: Daftar Terbaru Daerah yang Masuk Zona Merah dan Hijau Covid-19 di Indonesia, Mana Saja?