KOMPAS.com - Aksi terorisme kembali terjadi di Indonesia, kali ini menyasar Mabes Polri, Jakarta pada Rabu (31/3/2021).
Insiden itu terjadi beberapa hari setelah serangan bom di Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021).
Pelaku penyerangan Mabes Polri yang diketahui berinisial ZA (25) itu pun tewas di tempat setelah sempat melepaskan 6 tembakan.
Kapolri Listyo Sigit menuturkan, ZA beraksi seorang diri atau sering dikenal dengan istilah lone wolf.
Seperti apa cara kerja dari aksi teroris Lone Wolf ini? Mengapa banyak menyasar milenial?
Baca juga: Zakiah Aini, Lone Wolf, dan Mengapa Aksi Teror Terus Bermunculan?
Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, sebutan lone wolf tidak berlaku bagi pelaku yang diantar oleh seseorang yang ada dalam jaringan sel kelompok teroris.
"Kalau dia berangkat sendiri dengan menggunakan ojek online atau menumpang pada orang lain maka itu adalah lone wolf," kata Al Chaidar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/4/2021).
Menurutnya, lone wolf memiliki jaringan komunikasi yang paling aman dan sulit untuk dibongkar.
Sebab, jaringan tersebut akan terputus pada pelaku.
Biasanya lone wolf direkrut melalui media sosial dan diarahkan untuk melakukan serangan dengan persenjataan seadanya.
"Mereka dikendalikan dari jarak jauh melalui ponsel yang mereka miliki yang umumnya nomornya sering berubah-ubah," jelas dia
"Umumnya mereka tetap menyimpan nomor mentor atau ulama organik kekerasan," sambungnya.
Kendati demikian, lone wolf membiayai sendiri operasional aksi mereka.
Ia menuturkan, para mentor ataupun ulama organik kekerasan an juga mempersiapkan konsep surat wasiat yang akan ditinggalkan kepada keluarganya.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh para pelaku penyerangan di Makassar dan Mabes Polri.
Baca juga: Foto Close Up Jasad Teroris, Perlukah Muncul di Media?