Media sosial dengan kecepatan dan kemudahan interaktivitasnya memang sering membuat kita lupa untuk berhenti sejenak, menyadari apa yang diri kita pahami dan memikirkan dampak yang lebih jauh atas tindakan-tindakan kita.
Melalui sikap mawas diri, kita bisa sadar untuk tidak mudah percaya pada citra yang dimunculkan public figure di media sosial, berhati-hati dalam mengidolakan seseorang, dan juga tidak mudah menjatuhkan orang lain ketika tidak sejalan dengan pemikiran kita.
Mawas diri bisa menjadi langkah awal dari terbentuknya literasi informasi. Berawal dari kemampuan untuk kritis dalam mencerna pesan-pesan di media sosial bisa mengarah pada terbentuknya iklim komunikasi yang lebih baik karena pesan-pesan yang diproduksi tidak bersifat agresif atau destruktif.
Bagaimanapun, tidak bisa dimungkiri bahwa netizen Indonesia memiliki energi yang besar untuk melakukan gerakan bersama-sama.
Ini bisa dilihat sebagai peluang untuk menggerakkan pengguna media sosial agar melakukan gerakan yang berkaitan dengan isu-isu penting yang ada di sekitranya.
Jika netizen Indonesia bisa bersatu padu membuat Nadin Amizah memberikan klarifikasi, atau membuat Nisa Sabyan hilang dari peredaran, bahkan menghancurkan karier Dayana lewat tombol unfollow dan dislike klip videonya, lalu sejauh apa ya dukungan netizen Indonesia ke isu yang lebih krusial di kehidupan mereka?
Caecilia Santi Praharsiwi, MA
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta