Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mulai 1 April Tes GeNose Jadi Syarat Perjalanan, Ini Tanggapan Ahli

Kompas.com - 30/03/2021, 08:00 WIB
Mela Arnani,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

Studi validasi

Ahmad menyampaikan, menjadikan GeNose sebagai syarat perjalanan seharusnya dibarengi dengan studi validasi yang membandingkan GeNose dengan PCR.

"Maka kalau memang urgen menggunakan GeNose, mohon (pemerintah) segera lakukan studi validasi PCR dengan Genose secara independen sesegera mungkin agar keselamatan publik juga terlindungI," tuturnya.

Menurut Ahmad, penelitian harus dilakukan secara independen karena saat ini data dari satu lembaga, sementara GeNose sudah digunakan di tempat umum dengan implikasi luas.

"Sementara studi seperti PCR, rapid antigen teknologinya sudah banyak divalidasi oleh banyak lembaga sehingga keakuratannya lebih meyakinkan ketimbang klaim dari satu lembaga saja," ujarnya.

"Saya pribadi tetap memilih swab rapid antigen," lanjut dia.

Baca juga: Mengenal GeNose Alat Deteksi Virus Corona, Bisakah Gantikan PCR?

Tahap uji coba

Sebelumnya epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, penggunaan GeNose sebagai tes Covid-19 harus dalam proporsi yang tepat.

"Sebagai alat baru yang masih dalam tahap uji, tidak bisa serta merta langsung dijadikan sebagai alat untuk program yang sangat penting saat ini," kata Dicky dikutip dari Kompas.com, Senin (25/1/2021).

Sebab menurut Dicky, situasi pandemi di Indonesia saat ini sangat serius serta butuh upaya besar dan teruji.

Ia menuturkan, teknologi serupa GeNoSe sebenarnya telah dikembangkan lama di sejumlah negara untuk mendeteksi penyakit, seperti kanker dan diabetes.

Akan tetapi, hingga saat ini belum ada satu pun negara yang menggunakannya, khususnya untuk pengendalian pandemi Covid-19.

Baca juga: GeNoSe, Alat Deteksi Covid-19 Buatan UGM akan Digunakan di Stasiun, Ini Peringatan Epidemiolog

Jangan terburu-buru

Ia pun mengingatkan agar pemerintah tidak terburu-buru dalam mengeluarkan kebijakan terkait pandemi.

"Sekali lagi dalam kondisi seperti ini kita jangan terburu-buru, sehingga bukannya meningkatkan respons terhadap pandemi, justru malah kontraproduktif," jelas dia.

Dicky mengaku mengapresiasi penemuan alat tersebut. Namun di satu sisi, dia mengingatkan agar tidak berlebihan dan tidak mengabaikan prinsip ilmiah dan proporsional.

Menurutnya, alat deteksi GeNoSe untuk Covid-19 sedikit lebih baik daripada tes suhu.

Namun, posisinya hanya sebagai skrining awal dan tak bisa mengalahkan alat tes seperti rapid test antigen atau PCR.

Selain alat tersebut masih dalam proses uji, GeNoSe menurut dia juga membutuhkan algoritma yang jelas.

"Jangan sampai tujuannya skrining yang terjadi justru paparan, akan ada false positif dan negatif, termasuk prosedur pengambilan sampelnya yang tidak aman, misalnya dalam kondisi banyak orang," ujarnya.

Baca juga: Soal Penggunaan GeNose di Stasiun, Epidemiolog: Terburu-buru, Semuanya Ingin Jokowi Senang

Perlu disempurnakan

Hal senada terkait GeNose juga sebelumnya diungkapkan epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono.

Pandu mengingatkan agar pemerintah mengambil keputusan dengan hati-hati dan tidak menabrak prosedur agar masyarakat bisa yakin apakah keputusan yang telah diambil aman dan efektif.

Menurut Pandu, GeNose seharusnya disempurnakan terlebih dahulu, baru bisa dipakai secara luas.

Sementara saat ini, GeNose C19 masih dalam tahap eksperimental dan uji coba harus disebarkan ke masyarakat terlebih dahulu.

"Jadi ini kan kalau menteri sudah ngomong, seakan-akan valid. Menurut saya sih enggak bisa, publikasinya saja belum ada. Jadi mereka harus open. Uji coba itu harusnya disebarkan ke masyarakat luas," ujar Pandu dikutip dari Kompas.com (26/1/2021). 

Baca juga: Catat, Aturan Terbaru Perjalanan dalam Negeri Berlaku Mulai 1 April

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com