Mengapa menyinggung? Ya, bisa jadi orang yang ditanya memang belum memiliki keturunan padahal sudah bertahun-tahun menunggu dan berusaha.
Bisa juga, jika yang ditanya ternyata memiliki anak yang terbilang banyak itu bisa membuat orang lain menginterpretasikan jawabannya dengan hal lain.
"(Bertanya berapa anaknya) Itu pun pelecehan, kalau anaknya banyak itu bisa ke menyinggung arah hal lain," ujar dia.
"(Interpretasi) Itu bisa terucap atau tidak terucap, tapi menyinggung," lanjutnya.
Baca juga: Fakta Mutasi Baru Virus Corona N439K yang Diwaspadai Menyebar di Indonesia
Koentjoro menyebut tidak ada batasan yang pasti terkait dengan basa-basi sebagai bagian dari komunikasi pergaulan di dalam masyarakat.
Kuncinya adalah rasa.
"Etika pergaulan itu norma-norma yang tidak ditulis, itu abu-abu wilayahnya. Kita pakai rasa, itu dalam, paling dekat dengan feeling. Pantas enggak pantas, menyakitkan tidak menyakitkan," papar Koentjoro.
"Esensinya, kalau kamu dicubit sakit ya jangan mencubit. Posisikan diri menjadi orang lain," tambah dia.
Menurut Koentjoro, saat ini manusia lebih banyak dijejali dengan hal-hal yang bersifat kognitif.
Sementara soal rasa dan karsa tidak terlalu dikembangkan.
Hal ini membuat banyak dari kita yang tetap melakukan hal-hal yang menyinggung orang lain.
Meski kita sendiri tahu hal itu akan menyinggung perasaannya.
Di akhir, Koentjoro mengatakan, sebagai manusia perlu memiliki kebebasan untuk menyatakan apa pun.
Namun kebebasan itu juga ada yang perlu kita pahami.
"Di dalam kebebasan dan kemerdekaan kita terdapat kebebasan dan kemerdekaan orang lain," pungkas Koentjoro.
Baca juga: Kisah Viral Tuch Salik, Bocah Pedagang Asongan yang Kuasai 16 Bahasa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.