Meski konflik semacam ini bukan hal baru, tetapi KLB Partai Demokrat tidak lazim karena penyelenggaraannya tidak sesuai AD/ART.
Kemudian, KLB menghasilkan pihak eksternal sebagai ketua umum.
"Partai dan ketua umum bahkan yang dimunculkan bahkan bukan kader, ini untuk tentu pegiat politik, pegiat demokrasi, intelektual, akademisi yang belajar demokrasi, ini membingungkan," ujar Siti Zuhro.
Ia menilai kehadiran Moeldoko menandakan nilai-nilai, moral, dan etika berpolitik sudah dipinggirkan.
Terlebih lagi, Moeldoko merupakan seorang pejabat aktif di lingkaran pemerintahan.
Baca juga: Memaknai Unggahan Ngopi Moeldoko, Sindirian untuk Demokrat?
Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan, Jokowi harus mengevaluasi Moeldoko atas pengambilalihan ketua Partai Demokrat.
Sebab, Moeldoko dinilai telah menunggangi Partai Demokrat yang tengah berkonflik untuk kemudian menduduki posisi ketua umum lewat KLB.
Ia menilai aksi poltik Moeldoko bisa dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh dan jaringannya di sekitar kekuasaan.
Jika Jokowi membiarkan, hal itu ditafsirkan bahwa Presiden merestui langkah politik Moeldoko.
Sumber: Kompas.com (Rakhmat Nur Hakim/Ardito Ramadhan | Editor: Rakhmat Nur Hakim/Kristian Erdianto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.