Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manuver Politik Moeldoko dari Kacamata Pengamat dan Peneliti

Kompas.com - 08/03/2021, 10:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kancah perpolitikan Indonesia tengah hangat dengan masalah kepemimpinan yang terjadi di tubuh Partai Demokrat.

Suara partai berlambang bintang Mercy terpecah, yakni kubu yang mendukung Agus Harimurti Yudhoyono maupun kubu di belakang Moeldoko.

Moeldoko sendiri dipilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar pada Jumat (5/3/2021) di Deli Serdang.

Langkah politik Moeldoko pun menuai banyak sorotan dari para pengamat dan peneliti politik.

Baca juga: 7 Hal tentang Sosok Moeldoko, Ketum Demokrat Versi KLB

Preseden buruk

Pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto mengatakan, perpecahan dan pengambilalihan kekuasaan di Partai Denokrat merupakan preseden yang buruk bagi demokrasi.

Menurut dia, konflik di tubuh Partai Demokrat lebih ekstrem daripada dua konflik sebelumnya, yang melibatkan Partai Golkar dan PPP.

"Yang terjadi justru partai-partai yang pecah akhirnya kalah oleh mereka yang menang dengan KLB dan dekat dengan kekuasaan," kata dia.

"Nah ini menurut saya menjadi preseden yang sangat buruk, dengan begitu habis sudah oposisi, meskipun selama ini demokrat tidak bisa juga disebut oposisi," tambahnya.

Bagi Wijayanto, apa yang terjadi pada Partai Demokrat ini semakin membuat tren buruk bahwa partai sangat mudah diremukkan oleh penguasa.

Baca juga: Apa yang Memicu Api Konflik di Partai Demokrat?

Pertaruhan sikap Istana

Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, Presiden Joko Widodo mesti angkat bicara atas masalah di tubuh Partai Demokrat.

Ia menuturkan, keterlibatan Moeldoko tidak bisa dilepaskan dari profil salah satu orang di lingkaran terdekat Jokowi.

Menurutnya, manuver Moeldoko akan mempertaruhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, pihak Istana, maupun Jokowi sendiri.

Ia menegaskan, keterlibatan pejabat aktif pemerintahan dalam konflik yang tengah mendera sebuah partai merupakan tindakan yang tidak etis.

Oleh sebab itu, Siti Zuhro menilai, dalam isu ini, Jokowi harus angkat bicara dan tidak bisa diam begitu saja.

Baca juga: Perpecahan Partai Demokrat dan Catatan Buruk dalam Perpolitikan Indonesia

Anomali politik dan demokrasi

Siti Zuhro juga menyebut, KLB yang digelar oleh kubu kontra-AHY merupakan anomali politik dan demokrasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com