Hari itu disebut sebagai hari paling berdarah dalam serangkaian aksi protes menentang kudeta militer 1 Februari 2021, yang menggulingkan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.
Jika ditotal, jumlah pengunjuk rasa yang tewas sejak kudeta militer menjadi sedikitnya 21 orang.
Hal itu disampaikan Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagaimana dilansir Reuters.
Aksi demonstrasi menolak kudeta militer pada Minggu tersebut dilaporkan berubah menjadi kerusuhan. Militer Myanmar mengatakan, seorang polisi juga tewas dalam kerusuhan.
Meski terus menelan korban jiwa, namun rakyat Myanmar masih teguh melakukan aksi protes, yang kembali dilangsungkan pada hari ini, Senin (1/3/2021).
Melansir Channel News Asia, aksi protes hari ini bertepatan dengan keputusan pengadilan menjatuhkan dakwaan tambahan terhadap Suu Kyi.
Suu Kyi tampak sehat ketika dia hadir dalam sidang pengadilan, yang dilaksanakan melalui konferensi video di ibu kota, Naypyidaw.
Meski demikian, pengacara Suu Kyi, Min Min Soe mengatakan kepada Reuters, Suu Kyi tampak mengalami penurunan berat badan, dan mengajukan permintaan untuk bertemu dengan tim hukumnya.
Pemimpin NLD itu tidak terlihat di depan umum sejak pemerintahannya digulingkan dalam kudeta militer 1 Februari 2021. Dia ditahan bersama dengan para pemimpin partai lainnya.
Suu Kyi awalnya dituduh mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal. Belakangan, tuduhan melanggar undang-undang bencana alam dengan melanggar protokol pencegahan virus corona ditambahkan.
Min Min Soe mengatakan, persidangan hari ini menjatuhkan dakwaan tambahan terhadap Suu Kyi, yakni pelanggaran atas larangan publikasi informasi yang dapat menyebabkan ketakutan atau kepanikan atau mengganggu ketenangan publik.
Larangan tersebut merupakan bagian dari hukum pidana era kolonial.
Min Min Soe menambahkan, sidang berikutnya akan digelar pada 15 Maret 2021.
Baca juga: Aksi Protes di Myanmar, Warga Beri Kesaksian Dugaan Kasus Penembakan