Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vaksinasi Gotong Royong Akan Dilaksanakan, Ini Tanggapan Epidemiolog

Kompas.com - 27/02/2021, 19:15 WIB
Rendika Ferri Kurniawan

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menerbitkan aturan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk vaksinasi Gotong Royong.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Peraturan tersebut mengatur vaksinasi Covid-19 yang akan diikuti oleh karyawan/karyawati, keluarga, dan individu lain dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum atau badan usaha.

Beberapa poin dalam Permenkes yang baru tersebut adalah seluruh penerima vaksin tak dipungut biaya, pelaksanaan vaksinasi di fasilitas layanan kesehatan swasta, Kemenkes akan menetapkan tarif maksimal untuk pelayanan vasinasi gotong royong.

Lalu, bagaimana tanggapan epidemiolog terkait program vaksinasi Gotong Royong ini?

Baca juga: 11 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Vaksinasi Gotong Royong

Jaga persepsi masyarakat

Epidemiolog Universitas Sebelas Maret Tonang Dwi Ardyanto berharap, pelaksanaan vaksinasi Gotong Royong ini jangan sampai mengganggu program vaksinasi nasional yang saat ini sedang berjalan.

Gangguan ini bisa dalam bentuk persepsi negatif yang timbul dari masyarakat, kalau untuk mendapatkan vaksin Covid-19, mereka harus membeli.

Persepsi itu sebaiknya tetap dijaga agar tak sampai muncul, karena akan menggangu progress vaksinasi yang sudah berjalan.

"Ada yang kita sayangkan karena kesan yang muncul menjadikan orang itu prasangka yang tidak baik. Orang berpikir ini berarti yang punya uang, duluan (mendapatkan vaksin), ini yang tidak nyaman," kata Tonang, kepada Kompas.com, Sabtu (27/2/2021).

Fokus ketersediaan

Menurut Tonang, keberhasilan vaksinasi tergantung dari dua faktor, yakni soal ketersediaan vaksin dan persepsi positif dari masyarakat.

Oleh karena itu pemerintah diharapkan lebih fokus untuk memenuhi ketersediaan vaksin, dan menjaga agar persepsi masyarakat tetap positif, sehingga dengan demikian akan semakin banyak yang turut dalam vaksin dan kekebalan imunitas bisa tercapai.

"Keberhasilan vaksinasi itu ada dua kunci, yakni tentang ketersediaan vaksin sendiri dan persepsi positif masyarakat. Kita pertahankan dua ini. Kalau sudah ada jalur yang di luar jalur program, orang akan berpikir suatu saat menjadi komoditi, ini yang kita khawatir. Intinya persepsi kita usahakan positif," tuturnya.

Baca juga: Cara Cek Sertifikat Vaksin Covid-19

Dukungan swasta

Pemerintah diharapkan dapat menyediakan vaksin untuk seluruh masyarakat. Jika ada vaksin lain yang ada di pasaran, telah melalui izin BPOM, pemerintah diharapkan bisa membelinya untuk semua masyarakat.

Jika terkendala akan keuangan, maka pihak swasta dapat mendukung dengan membantu secara finansial untuk menyediakan vaksin bagi para pekerjanya, maupun dukungan fasilitas tempat pelaksanaan vaksin dan lainnya.

"Kalau ada vaksin yang dapat izin BPOM dan kita gunakan dan itu di pasaran, kenapa tidak pemerintah yang beli. Dibeli pemerintah untuk semua rakyat. Termasuk untuk para pekerja di perusahaan yang dalam konteks ini disebut yang akan mendapatkan jalur gotong royong tadi," kata dia.

"Misalnya, memang diakui ada kekurangan secara fiskal dan pengusaha bersedia membantu ya tidak apa-apa. Bantuan dari pihak swasta ke pemerintah untuk bisa membeli vaksin yang ada di pasaran," tambah Tonang.

Tak ganggu vaksinasi nasional

Pelaksanaan vaksinasi Gotong Royong ini diharapkan tidak akan mengganggu program vaksinasi pemerintah yang bersubsidi.

Dengan begitu, target vaksinasi dapat tercapai dan masyarakat tidak akan berprasangka buruk dengan vaksinasi gotong royong ini.

"Walaupun secara teoritis, Menkes tak akan mengganggu program pemerintah, karena di luar program. Kenapa tak dibeli saja oleh pemerintah untuk (diberikan) pekerja. Orang tak akan berpikir dan berprasangka macam-macam," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pakai Jasa Pendorong Ilegal, 5 Anggota Jemaah Haji Indonesia Berurusan dengan Polisi Arab Saudi

Pakai Jasa Pendorong Ilegal, 5 Anggota Jemaah Haji Indonesia Berurusan dengan Polisi Arab Saudi

Tren
Cerita Warga yang Alami 'Blackout' di Sumatera: Tak Bisa Masak Nasi, Borong Genset agar Es Krim Tak Mencair

Cerita Warga yang Alami "Blackout" di Sumatera: Tak Bisa Masak Nasi, Borong Genset agar Es Krim Tak Mencair

Tren
Terobosan Baru, Alat Kontrasepsi Gel KB untuk Pria, Seberapa Efektif?

Terobosan Baru, Alat Kontrasepsi Gel KB untuk Pria, Seberapa Efektif?

Tren
China Angkut Bebatuan dari Sisi Terjauh Bulan, Apa Tujuannya?

China Angkut Bebatuan dari Sisi Terjauh Bulan, Apa Tujuannya?

Tren
Pelanggan PLN yang Terdampak Pemadaman Listrik Total Berhak Dapat Kompensasi, Berapa Besarannya?

Pelanggan PLN yang Terdampak Pemadaman Listrik Total Berhak Dapat Kompensasi, Berapa Besarannya?

Tren
Perbedaan Seragam Astronot Putih dan Oranye, Berikut Masing-masing Fungsinya

Perbedaan Seragam Astronot Putih dan Oranye, Berikut Masing-masing Fungsinya

Tren
5 Negara dengan Cuti Melahirkan Paling Lama, Ada yang sampai 14 Bulan

5 Negara dengan Cuti Melahirkan Paling Lama, Ada yang sampai 14 Bulan

Tren
WHO: Warga Gaza Mulai Makan Pakan Ternak dan Minum Air Limbah

WHO: Warga Gaza Mulai Makan Pakan Ternak dan Minum Air Limbah

Tren
Ini Syarat Pekerja Dapat Cuti Melahirkan 6 Bulan Sesuai dengan UU KIA

Ini Syarat Pekerja Dapat Cuti Melahirkan 6 Bulan Sesuai dengan UU KIA

Tren
Aturan UU KIA: Cuti Melahirkan Sampai 6 Bulan Berlaku Kapan, untuk Siapa, dan Gajinya

Aturan UU KIA: Cuti Melahirkan Sampai 6 Bulan Berlaku Kapan, untuk Siapa, dan Gajinya

Tren
Studi 25 Tahun Ungkap Pola Makan Mencegah Kematian Dini pada Wanita

Studi 25 Tahun Ungkap Pola Makan Mencegah Kematian Dini pada Wanita

Tren
Pengamat Khawatirkan Cuti Melahirkan 6 Bulan Bisa Picu Diskriminasi Wanita di Ruang Kerja

Pengamat Khawatirkan Cuti Melahirkan 6 Bulan Bisa Picu Diskriminasi Wanita di Ruang Kerja

Tren
Mengenal Vitamin P atau Flavonoid dan Manfaatnya bagi Kesehatan, Apa Saja?

Mengenal Vitamin P atau Flavonoid dan Manfaatnya bagi Kesehatan, Apa Saja?

Tren
Cerita Mahasiswa Indonesia Penerjemah Khotbah Jumat di Masjid Nabawi

Cerita Mahasiswa Indonesia Penerjemah Khotbah Jumat di Masjid Nabawi

Tren
Kenapa Kita Sering Merasa Diawasi? Ini 4 Alasan Psikologisnya

Kenapa Kita Sering Merasa Diawasi? Ini 4 Alasan Psikologisnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com