Selama Cap Go Meh, masyarakat menghias rumahnya dengan berbagai tulisan yang berisi doa yang ditujukan kepada roh yang memerintah langit dan bumi, Goan Thian Koan. Intinya untuk memohon keselamatan untuk seisi rumah tersebut.
Berbagai tradisi mengiringi perayaan malam puncak Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh. Tradisi ini berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lain. Tergantung dari kearifan lokal yang dibawa oleh masyarakat Tiong Hoa yang berada di sana.
Secara umum, Tradisi Cap Go Meh dimulai dari memasak hidangan khas seperti kue kerangjang atau ti kwe. Hidangan serupa dodol china ini disantap bersama keluarga saat perayaan Imlek.
Selain itu, berbagai pertunjukkan digelar selama puncak perayaan. Masyarakat akan menggelar arak-arakan Toapekong, yakni patung dewa-dewi yang berada di kelenteng ke jalan untuk menolak bala di jalan yang dilaluinya.
Toapekong diarak dengan pertunjukkan singa Barongsai dan naga Liong. Ada juga atraksi yang menyeramkan seperti Tatung yang sering digelar di Kota Singkawang, Kalimantan Barat.
Kue keranjang adalah makanan khas Imlek yang terbuat dari tepung beras ketan. Dalam bahasa Mandarin, keu keranjang disebut Nian Gao atau Ti Kwe dalam bahasa Hokkian.
Seperti diberitakan Harian Kompas, Sabtu (13/2/2010), kue keranjang dijadikan sesaji di meja abu leluhur warga Tionghoa saat Tahun Baru Imlek tiba.
Setelah melewati 15 hari pada bulan pertama Imlek atau bertepatan dengan Cap Go Meh, kue keranjang baru diturunkan dari meja abu dan disantap bersama keluarga.
Bentuk kue yang bundar melambangkan keutuhan keluarga dan bahannya yang lengket menunjukkan kedekatan ikatan anggota keluarga.
Biasanya kue dipotong-potong persegi dan dicampur dengan telur dan garam sebelum digoreng. Rasanya yang manis dan legit, menyiratkan makna agar kehidupan di tahun ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya.
Tidak ada catatan pasti kapan pertama kali kue keranjang dibuat.Bisa jadi, perantau dari daratan Tiongkok sana,membawa resep ini ke Indonesia bersama dengan sutra dan keramik China.
Mereka membawa kue ini dan memberikannya sebagai bentuk persahabatan kepada warga pribumi.
Baca juga: Perjalanan Perayaan Imlek di Indonesia dari Masa ke Masa..
Barongsai merujuk kepada sebuah pertunjukkan tarian singa. Sai dalam bahasa Hokkian berarti singa.
Tarian Barongsai dimainkan oleh dua orang penari yang bertindak sebagai singa. Satu orang memegang kepala singa dan satunya lagi menjadi bagian tubuh dan ekor. Ada satu orang lagi yang memegang bola sutra dan Barongsai akan mengejarnya.
Permainan Barongsai ini seperti diberitakan Harian Kompas, Minggu (30/1/2000), merupakan salah satu permaian tertua di dunia.
Ia diperkirakan berasal dari Tiongkok pada era Jwen Chiu pada 475-211 tahun sebelum Masehi di akhir Dinasti Zhou Timur.
Konon Barongsai ini adalah sesosok makhluk fabel yang muncul dari dasar sungai Huang Hoo dengan membawa kitab Pakua untuk mengajarkan rahasia hukum alam semesta kepada manusia agar terbebas dari kebodohan dan mendapatkan pengetahuan.
Binatang tersebut disebut-sebut sebagai Ma Lung Tze. Ma berarti kuda, Lung berarti naga, dan Tze berarti guru. Artinya, kuda berkepala naga yang menjadi guru.
Sebutan Ma Lung Tze ini kemudian menjadi barongsai di Indonesia. Barongsai melambangkan kebajikan yang sempurna, umur panjang, kepatuhan dan rasa hormat kepada orang tua, keturunan yang cemerlang dan pemerintahan yang baik.