Tak hanya itu, adanya tingkat labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian barat yang cukup tinggi, turut menyebabkan peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah Jabodetabek.
BMKG juga mencatat adanya daerah pusat tekanan rendah di Australia bagian utara yang membentuk pola konvergensi di sebagian besar Pulau Jawa dan berkontribusi juga dalam peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di barat Jawa termasuk Jabodetabek.
Baca juga: 5 Cara Memantau Kondisi Banjir di Jakarta
Guswanto menambahkan, curah hujan yang terjadi di DKI Jakarta saat ini masih lebih rendah dibandingkan curah hujan pada Januari 2020, yang juga menyebabkan banjir di wilayah Jabodetabek.
"Ada beberapa faktor penyebab banjir di DKI Jakarta yaitu hujan yang jatuh di sekitar Jabodetabek yang bermuara di Jakarta, kemudian hujan yang jatuh di Jakarta sendiri serta ada pasang laut. Selain itu daya dukung lingkungan juga sangat berpengaruh," tuturnya.
Ia menuturkan, wilayah Jabodetabek masih masuk puncak musim hujan yang diperkirakan akan berlangsung pada akhir Februari hingga awal Maret 2021.
Baca juga: Banjir di Indonesia, Benarkah karena Curah Hujan dan Cuaca Ekstrem?
Selain itu, seluruh wilayah Indonesia masih berpotensi terjadi hujan dengan intensitas lebat disertai kilat petir dan angin kencang sepekan ke depan, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta, hampir semua wilayah di Pulau Kalimantan dan Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
"Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang namun waspada dan berhati-hati terhadap dampak cuaca ekstrem seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang dan gelombang tinggi," imbuh Dwikorita.
Baca juga: Waspada, Ini yang Perlu Kita Pahami soal Fenomena La Nina