Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rincian Sanksi untuk Penolak Vaksin Covid-19 dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021

Kompas.com - 19/02/2021, 08:57 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease.

Perpres tersebut ditandatangani pada 9 Februari 2021.

Dalam Perpres Nomor 14/2021 itu diatur pula sanksi administratif bagi mereka yang menolak divaksin Covid-19.

Seperti apa rincian sanksi bagi penolak vaksin? 

Ketentuan mengenai berbagai sanksi bagi penolak vaksin tercantum dalam Pasal 13A dalam Perpres tersebut.

Pasal itu menyebutkan, setiap orang yang ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 berdasarkan pendataan wajib mengikuti vaksinasi Covid-19.

Dikecualikan dari kewajiban tersebut yakni bagi sasaran penerima vaksin yang tidak memenuhi kriteria sesuai indikasi vaksin Covid-19 yang tersedia.

Mereka yang ditetapkan sebagai penerima vaksin Covid-19 tetapi tidak mengikuti vaksinasi bisa mendapatkan sanksi berupa:

  • Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial
  • Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan atau
  • Denda

Pengenaan sanksi administratif tersebut dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah atau badan sesuai kewenangannya.

Baca juga: Penolak Vaksin Covid-19 Bisa Kena Sanksi, Ini Kata Komnas HAM

Langkah terakhir

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers di Kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020). KOMPAS.com/Dian Erika Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers di Kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020).
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, sanksi administratif yang ada dalam peraturan tersebut adalah langkah terakhir.

"Itu (sanksi administratif) langkah-langkah terakhir. Jadi bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau individu, tapi kepentingan masyarakat bersama," kata Nadia, seperti diberitakan Kompas.com, Senin (15/2/2021).

Nadia menjelaskan, pemerintah lebih mengutamakan pemberian edukasi kepada masyarakat terkait program vaksinasi.

Ia berharap, sanksi administratif tersebut jadi jalan terakhir yang tidak perlu sampai dilaksanakan karena masyarakat paham hak dan kewajibannya.

Baca juga: Survei CSIS: 46 Persen Responden DKI Anggap Sanksi Tegas Pengaruhi Kepatuhan Protokol Kesehatan

Hal yang sama juga disampaikan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.

Diberitakan Kompas.com, Kamis (18/2/2021), Wiku mengatakan, sanksi administratif kepada masyarakat yang menolak vaksinasi virus corona belum dibutuhkan.

"Perlu diingat bahwa peraturan (sanksi) ini adalah opsi terakhir jika langkah persuasif tidak efektif dan menghambat secara signifikan rencana operasional vaksinasi yang mengancam pembentukan kekebalan komunitas," ujar Wiku.

Menurut Wiku, pemerintah lebih mengutamakan upaya persuasif untuk mengajak warga ikut vaksinasi.

Baca juga: Epidemiolog: Sanksi bagi yang Menolak Divaksin Bisa Sebabkan Polemik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Tren
8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

Tren
Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Tren
Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Tren
Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Tren
Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Tren
Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Tren
Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com