Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembali Diizinkan untuk Menangkap Ikan, Apa Itu Cantrang?

Kompas.com - 23/01/2021, 19:56 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali mengizinkan beberapa Alat Penangkapan Ikan (API) yang sebelumnya dilarang dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 71/2016.

Dalam aturan yang baru, KKP kembali mengizinkan penggunaan alat tangkap cantrang di Indonesia.

Aturan tersebut tertuang dalam Permen 59/2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di WPP-NRI.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini mengakui, cantrang kerap tidak sesuai dengan SNI. Terbitnya aturan baru itu bakal mengembalikan fungsi cantrang ke ketentuan semula.

Baca juga: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Edhy Prabowo Disorot, Disebut Bahayakan Kedaulatan Pangan

Apa itu cantrang?

Dilansir dari laman KKP, cantrang merupakan Alat Penangkap Ikan (API) yang berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan 2 panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jarring.

Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek dan tali selambar panjang.

Cantrang bekerja dengan cara menyapu seluruh dasar lautan, karena cantrang menangkap ikan demersal (ikan dasar).

Oleh karena itu, cantrang dianggap berpotensi dapat merusak ekosistem substrat tempat tumbuhnya organisme atau jasad renik yang menjadi makanan ikan dan juga merusak terumbu karang.

Baca juga: Beda Pandangan Susi, Edhy, hingga Jokowi soal Ekspor Benih Lobster...

Mengapa cantrang sempat dilarang?

Cantrang dilarang karena dinilai merusak ekosistem lautan. Hasil tangkapan cantrang didominasi ikan kecil yang harganya juga murah di pasaran.

Menurut data WWF Indonesia, sekitar 60-82 persen tangkapan cantrang adalah tangkapan sampingan atau tidak dimanfaatkan.

Selain itu, cantrang selama ini telah menimbulkan konflik horizontal antar nelayan.

Konflik penggunaan cantrang ini sudah berlangsung lama, bahkan sudah terjadi pembakaran kapal-kapal cantrang oleh masyarakat.

Dampak buruk penggunaan cantrang

KKP juga menyebutkan, penggunaan cantrang memiliki dampak buruk untuk lautan.

Penggunaan cantrang dapat menyebabkan rusaknya dasar lautan dan ekosistem lautan.

Hasil tangkapan cantrang tidak selektif dengan komposisi hasil tangkapan yang menangkap semua ukuran biota laut, sehingga akan mengganggu proses recruitment dan mengancam keberlanjutan sumberdaya.

Penggunaan cantrang juga akan terus menimbulkan konflik horizontal dengan nelayan yang tidak menggunakan cantrang.

Baca juga: Aturan Susi Direvisi, Kapal Cantrang Kini Tak Lagi Dilarang

Kronologi pelarangan cantrang

Kebijakan pelarangan cantrang sudah dilakukan selama bertahun-tahun dan melalui proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pada 1980, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No 39 Tahun 1980 yang menginstruksikan untuk melarang penggunaan jaring Trawl.

Kemudian, pada 1997, cantrang boleh digunakan oleh nelayan kecil dengan ukuran kapal maksimal 5 GT dan mesin maksimal 15 PK.

Dalam perkembangannya, banyak alat tangkap yang dimodifikasi, sehingga alat penangkapan ikan (API) harus mengacu kepada salah satu kelompok jenis API.

Fakta lapangan juga menunjukan bahwa kapal-kapal cantrang banyak yang melakukan Markdown, kapal cantrang dengan ukuran 85 GT.

Akibatnya, pada 2015, negara mengalami kerugian yang mencapai 10,44 triliun.

Kerugian tersebut bersumber dari 3 komponen utama, yaitu kehilangan PNBP sebesar 328,41 M, penyalahgunaan BBM bersubsidi untuk kapal nelayan sebesar 280,09 M dan deplesi sumberdaya ikan sebesar 9,83 Triliun.

Lalu, pada 2015, API cantrang dilarang dioperasikan di seluruh WPP-NRI. Masa tenggang untuk pengalihan ke alat tangkap lainnya diberikan sampai Juli 2017.

Baca juga: Lewat Aturan Baru, KKP Kembali Izinkan Cantrang hingga Dogol Beroperasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com