Diketahui, syarat pemberian EUA adalah vaksin harus sudah memiliki data uji klinik fase 1 dan uji klinik fase 2 secara lengkap serta data analisis interim uji klinik fase 3 untuk menunjukkan khasiat dan keamanan vaksin.
Selain khasiat dan keamanan, aspek mutu vaksin menjadi hal yang penting untuk dipenuhi, Badan POM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin.
Evaluasi itu terdiri dari pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.
Setelah EUA diterbitkan, Badan POM mengawal mutu vaksin pada jalur distribusi, mulai keluar dari industri farmasi hingga vaksinasi kepada masyarakat.
Dalam rangka mengawal keamanan vaksin, BPOM akan berkoordinasi dengan Kemenkes, serta Komite Nasional dan Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas dan Komda PP KIPI) untuk melakukan pemantauan KIPI.
Baca juga: Saat Pemerintah Berjanji Tanggung Biaya Perawatan Efek Samping Vaksinasi Covid-19...
Di sisi lain, sebelum disuntikkan kepada penerimanya, vaksin terlebih dulu harus memiliki sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI.
Sekjen MUI Amisyah Tambunan mengungkapkan, sertifikasi halal ini penting dilakukan.
Menurutnya, soal vaksin tidak bisa lepas dari pemahaman kita berkonstitusi sebagaimana disebutkan dalam UUD NKRI 1945 Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat (2) berbunyi, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
"Karena soal vaksin menyangkut keyakinan umat beragama umumnya dan umat Islam khususnya tidak bisa lepas dari keyakinan halal," ujar Amisyah saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/1/20201).
"Jadi soal halal itu sangat asasi bagi umat beragama," lanjut dia.
Baca juga: Perkembangan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia, dari Pendistribusian Vaksin hingga Tahapannya...