KOMPAS.com - Di kawasan Asia Tenggara, angka infeksi virus corona Indonesia jauh meninggalkan negara-negara lainnya, dengan 788.402 kasus.
Tak hanya itu, Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan test positivity rate Covid-19 tertinggi.
Baca juga: Masih Jadi yang Terbanyak, Ini Daftar Zona Merah Covid-19 di Jateng
Pada 3 Januari 2021, positivity rate Covid-19 Indonesia bahkan mencapai 29,46 persen. Artinya, satu dari 3 orang yang diperiksa terkonfirmasi Covid-19.
Namun, angka itu turun pada 6 Januari menjadi 15,4 persen.
Angka positivity rate didapatkan dari jumlah kasus harian dibagi dengan jumlah pemeriksaan harian dan dikali 100.
Baca juga: Update Daftar 54 Daerah Zona Merah Covid-19, Jawa Tengah Pimpin dengan 9 Wilayah
Lantas, apa arti dari tingginya positivity rate di Indonesia ini?
Ahli epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, angka positivity rate di atas 10 persen menandakan pandemi di suatu negara tak terkendali.
"Ini berarti banyak infeksi di masyarakat yang tidak terdeteksi, atau terdeteksinya pun hanya sebagian atau puncak gunung es dari kasus infeksi di masyarakat," kata Dicky kepada Kompas.com, Kamis (7/1/2021).
Menurutnya, kasus di masyarakat kemungkinan 3-4 kali lipat lebih besar dari saat ini.
Baca juga: Perkembangan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia, dari Pendistribusian Vaksin hingga Tahapannya...
Padahal, tingginya angka positivity rate ini akan menyebabkan situasi pandemi semakin memburuk karena pola eksponansial dari Covid-19 membuat kasus dan tren kematian meningkat.
Hal ini sudah terlihat di seluruh Pulau Jawa.
Dalam estimesi permodelan epidemiologi, jelas Dicky, angka terendah kasus infeksi Indonesia sudah mencapai 40.000 dengan rata-rata 60.000 kasus.
"Ini artinya gap-nya besar banget yang belum terdeteksi. Kita harus segera melakukan perbaikan strategi untuk memutus pola eksponensial dari Covid-19 ini" tutur dia.
Baca juga: Tak Semua, Ini Daftar Daerah yang Terdampak Pengetatan Kegiatan di Jawa-Bali
Karena itu, ia peningkatan strategi testing, tracing, dan treatment harus ditingkatkan lebih besar.
Dengan kondisi ini, Dicky menyebut Indonesia seharusnya harus melakukan testing minimal 250.000 per hari.
"Untuk nasional ya sebetulnya 100.000 saja belum memadai, kita seharusnya minimal 250.000," jelas dia.
Baca juga: Pemerintah Gratiskan Vaksin Covid-19, Mengapa Diberikan Lewat Suntikan?
Jika tak mampu meningkatkan kapasitas testing, Dicky menyarankan adanya strategi lain, seperti klinik demam di setiap puskesmas.
Menurut Dicky, klinik demam akan menjadi sistem deteksi untuk memastikan seseorang ke arah gejala Covid-19 atau tidak.
"Jadi lakukanlah pemeriksanaan screening anamnesis, riwayat kontak dan perjalanan di klinik demam ini, sehingga tahu mana yang harus segera isolasi dan karantina. Ini akan mengurangi beban rumah sakit," kata Dicky.
Baca juga: Ramai Tagar Indonesia Terserah, Apakah Tenaga Medis Menyerah?
Selain itu, kondisi Covid-19 di Indonesia saat ini juga tak lagi memungkinkan hanya menerapkan 3M, tetapi harus 5M.
5M tersebut adalah memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, membatasi mobilitas dan interaksi, serta menjauhi dan mencegah keramaian.
Baca juga: Berikut Cara Membuat Hand Sanitizer Sendiri dengan Lima Bahan Sederhana