Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menristek Jelaskan Mutasi Virus Corona dan Dampaknya jika Menyebar di Indonesia

Kompas.com - 31/12/2020, 06:30 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kemunculan varian baru virus corona, SARS-CoV-2 yang awal mula teridentifikasi di Inggris membuat banyak negara di dunia mengetatkan langkah pembatasan guna mencegah varian baru ini menyebar.

Sebab varian yang diberi nama VUI-202012/01 ini diketahui memiliki kemampuan penularan lebih tinggi, yakni hingga 70 persen.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan, dengan adanya temuan varian baru tersebut, maka ancaman Covid-19 semakin tidak boleh diremehkan.

Bambang mengatakan, virus corona SARS-CoV-2 adalah jenis virus RNA (ribocnuleic acid) yang tergolong paling besar dalam keluarga virus corona.

"Jadi keluarga virus corona itu banyak. Beberapa sudah menjadi wabah, seperti SARS, kemudian MERS, dan sekarang SARS-CoV-2. Kebetulan virus SARS-CoV-2 ini yang paling besar," kata Bambang, dikutip dari kanal YouTube BNPB Indonesia, Kamis (24/12/2020).

Baca juga: Varian Baru Virus Corona Ditemukan di Inggris, Diduga Lebih Menular

SARS-CoV-2 mudah beradaptasi

Selain memiliki daya tular tinggi, Bambang mengatakan, virus corona SARS-CoV-2 juga memiliki sifat mudah beradaptasi dengan inangnya (host).

"Mutasi itu terjadi karena adaptasi dari virus itu terhadap host, dan kemudian proses mutasi dan adaptasi itu terjadi baik dari host ke host. Kemudian akhirnya juga lintas etnis, dan akhirnya dari satu wilayah ke wilayah lain," kata Bambang.

Pihaknya mengatakan, varian VUI-202012/01 sebenarnya sudah diidentifikasi di Kent, Inggris Tenggara, pada 20 September 2020, dan per 13 Desember sudah lebih dari 1.100 kasus yang terkait dengan varian tersebut.

Bambang mengatakan, dari pemeriksaan yang dilakukan sepanjang November hingga Desember di Inggris Raya, varian baru tersebut ditemukan pada lebih dari 50 persen sampel isolat.

"Kenapa muncul di Inggris? Ini bukan suatu kebetulan. Inggris itu adalah salah satu negara yang memiliki monitoring dan surveilans genomik molekuler terbaik di dunia. Karena itu mereka bisa mendeteksi," kata Bambang.

Baca juga: AstraZeneca Sebut Vaksinnya Akan Efektif pada Varian Baru Virus Corona

Memengaruhi akurasi tes PCR

Bambang mengatakan, berdasarkan bukti-bukti yang ada di Inggris, varian baru tersebut dapat dipastikan memiliki daya tular lebih tinggi, namun tidak ada bukti bahwa varian tersebut menimbulkan keparahan yang lebih pada pasien.

"Salah satu yang diserang dari varian baru ini adalah dia 'menyerang' bagian yang disebut sebagai receptor binding domain," ujar Bambang.

Selain di Inggris, varian baru yang mirip juga teridentifikasi di Afrika dan Australia. Meski tidak sama persis, tetapi Bambang menyebut bahwa daya tularnya juga sama-sama tinggi.

"Salah satu dampak dari varian baru ini adalah pada pemeriksaan PCR. Jadi mesin PCR itu salah satunya mendeteksi gen S (spike)," kata Bambang.

"Kalau dia (mesin PCR) diagnostiknya menargetkan gen S, maka ada kemungkinan gangguan akurasi, dengan adanya varian ini," imbuhnya.

Baca juga: Menilik Varian B117, Mutasi Virus Corona yang Diyakini Lebih Mudah Menular

Potensi dampaknya untuk Indonesia

Bambang mengungkapkan, jika varian baru tersebut menyebar di Indonesia, maka dampaknya bisa memperburuk kondisi pandemi di Tanah Air, terlebih sudah banyak rumah sakit yang dilaporkan kelebihan kapasitas.

"Tetapi, belum ada bukti kalau varian ini sudah menyebar di Indonesia. Meskipun harus diakui, genomik dan molekuler surveilans kita tidak secanggih seperti Inggris," kata Bambang.

Dia menyebut, dua negara tetangga Indonesia sudah mendeteksi adanya varian baru tersebut, yakni Australia, dan yang baru-baru ini adalah Singapura.

"(Singapura) kasusnya satu orang, tapi itu artinya kita harus mulai lebih berhati-hati. Karena makin dekat dengan kita," kata Bambang.

Dia menambahkan, meski sampai saat ini belum ada bukti bahwa varian baru menimbulkan keparahan yang lebih pada pasien Covid-19, namun bukan berarti hal tersebut tidak akan berubah.

"Karena ini masih perlu bukti, informasi, dan penelitian lebih lanjut," ujar Bambang.

Baca juga: Finlandia Laporkan Kasus Varian Baru Virus Corona Inggris dan Afrika Selatan

Saran dari WHO dan CDC Eropa

Bambang mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Eropa, sudah mengeluarkan saran terkait temuan varian baru virus corona, antara lain:

  • Memberi perhatian terhadap kemungkinan menurunnya kinerja tes PCR yang menargetkan gen S virus
  • Harus dilakukan studi epidemiologi dan virologi mengenai pengaruh mutasi terhadap perubahan fungsi virus dalam hal infektivitas dan patogenitas
  • Meningkatkan whole genome sequencing (WGS) secara rutin terhadap virus SARS-CoV-2, dan berbagi data WGS secara internasional, khusunya bila ditemukan mutasi yang sama

Bambang mengatakan, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang ada di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN, sudah melakukan pemetaan SARS-CoV-2 dari 1.000 sampel klinis.

"Harapannya, kita bisa memahami distribusi dan pola penyebaran virus, serta mendeteksi kemungkinan varian tersebut barangkali sudah muncul di Indonesia," kata Bambang.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Beda Virus Corona Wuhan, SARS, dan MERS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com