KOMPAS.com - Kemunculan varian baru virus corona, SARS-CoV-2 yang awal mula teridentifikasi di Inggris membuat banyak negara di dunia mengetatkan langkah pembatasan guna mencegah varian baru ini menyebar.
Sebab varian yang diberi nama VUI-202012/01 ini diketahui memiliki kemampuan penularan lebih tinggi, yakni hingga 70 persen.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan, dengan adanya temuan varian baru tersebut, maka ancaman Covid-19 semakin tidak boleh diremehkan.
Bambang mengatakan, virus corona SARS-CoV-2 adalah jenis virus RNA (ribocnuleic acid) yang tergolong paling besar dalam keluarga virus corona.
"Jadi keluarga virus corona itu banyak. Beberapa sudah menjadi wabah, seperti SARS, kemudian MERS, dan sekarang SARS-CoV-2. Kebetulan virus SARS-CoV-2 ini yang paling besar," kata Bambang, dikutip dari kanal YouTube BNPB Indonesia, Kamis (24/12/2020).
Baca juga: Varian Baru Virus Corona Ditemukan di Inggris, Diduga Lebih Menular
Selain memiliki daya tular tinggi, Bambang mengatakan, virus corona SARS-CoV-2 juga memiliki sifat mudah beradaptasi dengan inangnya (host).
"Mutasi itu terjadi karena adaptasi dari virus itu terhadap host, dan kemudian proses mutasi dan adaptasi itu terjadi baik dari host ke host. Kemudian akhirnya juga lintas etnis, dan akhirnya dari satu wilayah ke wilayah lain," kata Bambang.
Pihaknya mengatakan, varian VUI-202012/01 sebenarnya sudah diidentifikasi di Kent, Inggris Tenggara, pada 20 September 2020, dan per 13 Desember sudah lebih dari 1.100 kasus yang terkait dengan varian tersebut.
Bambang mengatakan, dari pemeriksaan yang dilakukan sepanjang November hingga Desember di Inggris Raya, varian baru tersebut ditemukan pada lebih dari 50 persen sampel isolat.
"Kenapa muncul di Inggris? Ini bukan suatu kebetulan. Inggris itu adalah salah satu negara yang memiliki monitoring dan surveilans genomik molekuler terbaik di dunia. Karena itu mereka bisa mendeteksi," kata Bambang.
Baca juga: AstraZeneca Sebut Vaksinnya Akan Efektif pada Varian Baru Virus Corona
Bambang mengatakan, berdasarkan bukti-bukti yang ada di Inggris, varian baru tersebut dapat dipastikan memiliki daya tular lebih tinggi, namun tidak ada bukti bahwa varian tersebut menimbulkan keparahan yang lebih pada pasien.
"Salah satu yang diserang dari varian baru ini adalah dia 'menyerang' bagian yang disebut sebagai receptor binding domain," ujar Bambang.
Selain di Inggris, varian baru yang mirip juga teridentifikasi di Afrika dan Australia. Meski tidak sama persis, tetapi Bambang menyebut bahwa daya tularnya juga sama-sama tinggi.
"Salah satu dampak dari varian baru ini adalah pada pemeriksaan PCR. Jadi mesin PCR itu salah satunya mendeteksi gen S (spike)," kata Bambang.
"Kalau dia (mesin PCR) diagnostiknya menargetkan gen S, maka ada kemungkinan gangguan akurasi, dengan adanya varian ini," imbuhnya.
Baca juga: Menilik Varian B117, Mutasi Virus Corona yang Diyakini Lebih Mudah Menular
Bambang mengungkapkan, jika varian baru tersebut menyebar di Indonesia, maka dampaknya bisa memperburuk kondisi pandemi di Tanah Air, terlebih sudah banyak rumah sakit yang dilaporkan kelebihan kapasitas.
"Tetapi, belum ada bukti kalau varian ini sudah menyebar di Indonesia. Meskipun harus diakui, genomik dan molekuler surveilans kita tidak secanggih seperti Inggris," kata Bambang.
Dia menyebut, dua negara tetangga Indonesia sudah mendeteksi adanya varian baru tersebut, yakni Australia, dan yang baru-baru ini adalah Singapura.
"(Singapura) kasusnya satu orang, tapi itu artinya kita harus mulai lebih berhati-hati. Karena makin dekat dengan kita," kata Bambang.
Dia menambahkan, meski sampai saat ini belum ada bukti bahwa varian baru menimbulkan keparahan yang lebih pada pasien Covid-19, namun bukan berarti hal tersebut tidak akan berubah.
"Karena ini masih perlu bukti, informasi, dan penelitian lebih lanjut," ujar Bambang.
Baca juga: Finlandia Laporkan Kasus Varian Baru Virus Corona Inggris dan Afrika Selatan
Bambang mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Eropa, sudah mengeluarkan saran terkait temuan varian baru virus corona, antara lain:
Bambang mengatakan, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang ada di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN, sudah melakukan pemetaan SARS-CoV-2 dari 1.000 sampel klinis.
"Harapannya, kita bisa memahami distribusi dan pola penyebaran virus, serta mendeteksi kemungkinan varian tersebut barangkali sudah muncul di Indonesia," kata Bambang.