"Misalnya sehari dua hari ini kita mendengar yang bakal kena reshuffle itu (menteri) agama ataupun Kementerian Perdagangan," sebut Adi.
Kedua kementerian ini mungkin memang bermasalah, tetapi dampaknya tidak terlalu dirasakan atau bukan menjadi perhatian utama publik.
"Bahwa perdagangan kita babak belur, iya. Bahwa keagamaan kita masih banyak narasi isu-isu negatif, iya. Tapi, kan orang-orang saat ini yang dirasa ya ekonomi, kesehatan, pendidikan," tegasnya.
Baca juga: Saat Masa Studi SMK Setara dengan Diploma Satu...
Adi menilai, jika Presiden ingin melakukan perombakan kabinet pada waktu-waktu sekarang merupakan hal yang tepat, meskipun Indonesia masih ada dalam kondisi pandemi.
"Saya kira saat inilah momentum yang pas bagi Presiden untuk reshuffle, kebetulan ada dua menteri yang kosong. Banyak yang berharap pergantian dua menteri ini jadi ajang, jadi momen Presiden untuk merombak sejumlah kabinetnya yang enggak bisa bekerja secara extraordinary, tidak bisa bekerja maksimal," ungkap Adi.
Adi menyebutkan, selama 14 bulan masa kerja kabinet ini, Presiden sudah beberapa kali marah-marah dan menyampaikan keluh kesahnya.
Baca juga: 6 Tokoh Indonesia di Daftar 500 Muslim Berpengaruh 2021
Reshuffle pun dinilai tepat untuk dilakukan dan menjadi ujung dari ketidakpuasan Presiden tersebut.
"Ini (menteri-menteri) enggak bisa bekerja maksimal, padahal anggaran berlimpah, kemudian regulasinya dipermudah, biar kemarahan Presiden itu ada ujungnya, ya reshuffle," kata dia.
Menurutnya, saat ini tidak ada lagi yang perlu ditunggu untuk melakukan sebuah perubahan.
Masa kerja yang sudah berjalan dinilai cukup bagi Presiden untuk memberikan penilaian atau rewards and punishment.
Baca juga: Selain Ulin Yusron, Ini 7 Nama Relawan Jokowi yang Masuk Jajaran Komisaris BUMN
Di akhit perbincangan, Adi memberikan sedikit catatan jika memang Presiden akan melakukan reshuffle, ia menyebut untuk tidak mengurangi jatah kader partai politik.
"Dalam politik koalisional seperti di Indonesia, dukungan politik itu penting. Makanya, kalaupun toh ada reshuffle pada kader partai-partai tertentu, itu pun harus diambil kembali oleh partai bersangkutan menyodorkan kader terbarunya," kata Adi.
Hal itu harus dilakukan agar tidak terjadi potensi gejolak politik yang bisa berimbas pada berkurangnya dukungan politik terhadap jalannya pemerintahan.
Baca juga: Artis Masuk Politik, Haruskah Miliki Bekal Ilmu dan Pengalaman?
"Ya minimal ini kan untuk merawat dukungan politik, terhadap pemerintah, terhadap Presiden, karena dukungan politik di tengah pandemi semacam ini saya kira sangat dibutuhkan, terutama dari partai," ucap dia.
Terkait dengan menteri yang berasal dari partai politik ataupun tenaga profesional, Adi menganggap hal itu sudah bukan lagi menjadi soal.
"Sekarang sudah enggak relevan berbicara soal profesional dan partai politik karena menteri-menteri profesional dan partai sama saja, enggak ada yang kelihatan menonjol banget. Sekarang carilah menteri yang bisa bekerja maksimal di tengah keterbatasan pandemi begini," pungkasnya.
Baca juga: Ketika Dinasti Politik Semakin Menguat...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.