Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Menyikapi Krisis HAM Akibat Covid-19

Kompas.com - 14/12/2020, 18:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAIMANA biasa, sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) pada 1948, tanggal 10 Desember setiap tahun menjadi pengingat atas HAM.

Namun, pada 2020 ini, saat pandemi Covid-19 masih mengganas, hari HAM internasional tersebut semestinya dimaknai secara berbeda dari biasanya.

Krisis HAM

Terhitung sejak pertama kali teridentifikasi pada akhir Desember 2019 di Wuhan, China, wabah Covid-19 telah berlangsung hampir setahun lamanya.

Atau, telah 10 bulan lamanya, terhitung sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Covid-19 telah mencapai level pandemi globa pada l1 Maret 2020.

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan krisis HAM yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Selain merongrong HAM atas kesehatan, Covid-19 telah memporakporandakan pilar-pilar HAM lainnya.

Covid-19 telah membatasi Hak Asasi Pribadi (personal rights) khususnya kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat; dan hak kebebasan untuk, menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

Hampir 10 bulan lamanya warga tak lagi bebas berpergian, dan umat beragama tak lagi leluasa beribadah secara berjemaah.

Covid-19 juga telah merusak Hak Asasi Ekonomi (property rigths) khususnya hak untuk memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Badan Pusat Statistik mencatat terdapat 29,12 juta penduduk usia kerja (14,28 persen dari total penduduk usia kerja sebanyak 203,97 juta) yang terdampak pandemi Covid-19 pada Agustus 2020.

Mereka mengalami pengurangan jam kerja hingga menjadi pengangguran, antara lain karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Covid-19 pun mengganggu jaminan atas Hak Asasi Sosial Budaya (social culture rights), khususnya untuk mendapatkan layanan pendidikan secara optimal.

Hampir 10 bulannya lamanya, jutaan anak-anak, remaja dan kaum muda terpaksa mendapatkan pelayanan pendidikan hanya secara daring, sehingga kurang optimal karena infrastuktur pendukung dan jaringan interbatas yang terbatas.

Hak Asasi Kesehatan

Deklarasi Universal HAM tahun 1948 menyebutkan kesehatan sebagai bagian dari hak atas standar hidup yang layak. Hak atas kesehatan kembali diakui sebagai hak asasi manusia dalam Perjanjian Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966.

Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa, setiap orang berhak atas "standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai", termasuk di dalam hak atas perawatan medis.

Berdasarkan itu, pemerintah berkewajiban untuk mengambil langkah efektif untuk "pencegahan, pengobatan, dan pengendalian epidemi, endemik, penyakit akibat kerja, dan penyakit lainnya".

Hak atas kesehatan relevan untuk semua negara, tak terkecuali Indonesia. Bahkan Indonesia telah memuat HAM sebagai nilai universal dalam Konstitusinya, baik dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 maupun dalam batang tubuh UUD 1945 dan dipertegas dalam amandemen UUD 1945, sebelum Deklarasi Universal HAM PBB.

Indonesia juga telah memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum Indonesia.

Sebagai anggota PBB, dalam penghormatan dan pelaksanaan Deklarasi Universal HAM tahun 1948 serta berbagai instrumen HAM lainnya, Indonesia telah meratifikasi 8 (delapan) di antara 9 (sembilan) instrumen pokok HAM internasional.

Komite PBB yang memantau kepatuhan negara terhadap perjanjian HAM internasional, menyatakan bahwa hak atas kesehatan sangat erat kaitannya dan bergantung pada perwujudan HAM lainnya, sebagaimana tertuang dalam International Bill of Rights, termasuk hak atas makanan, perumahan, pekerjaan, pendidikan, martabat manusia, kehidupan, non diskriminasi, kesetaraan, larangan penyiksaan, privasi, akses ke informasi, dan kebebasan berserikat, berkumpul dan bergerak.

Hak atas kesehatan mengatur bahwa fasilitas, barang, dan layanan kesehatan harus tersedia dalam jumlah yang cukup; dapat diakses oleh semua orang tanpa diskriminasi, dan terjangkau untuk semua, bahkan kelompok yang terpinggirkan; dapat diterima, artinya menghormati etika kedokteran dan sesuai budaya; dan sesuai secara ilmiah dan medis dan berkualitas baik.

Menyikapi secara bijaksana

Akhir-akhir ini isu HAM, khususnya hak atas kesehatan yang dirongrong oleh pandemi Covid-19 telah menjadi sorotan dan bahan perdebatan publik yang luas sehingga berpotensi membelah masyarakat Indonesia.

Menurut penulis, hal seperti itu semestinya tak perlu terjadi apabila kita menyikapi isu HAM dan Covid-19 secara hati-hati, kritis dan bijaksana.

Memang, pada 16 Maret 2020, sekelompok pakar HAM PBB mengatakan bahwa “pernyataan darurat berdasarkan wabah Covid-19 tidak boleh digunakan oleh penguasa sebagai dasar untuk menargetkan kelompok, minoritas, atau individu tertentu.

Penanganan Covid-19 juga tidak boleh dipakai sebagai kedok untuk melakukan tindakan represif, dan membatalkan perbedaan pendapat.

Namun, menurut penulis, sebaliknya warga masyarakat juga tidak dibenarkan untuk memanfaatkan isu HAM sebagai kedok untuk menguatkan sikap oposisi terhadap pemerintah yang sah dengan menghalangi upaya pemerintah dan masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19.

Sebab, mengutamakan HAM pribadi dan kelompok sendiri, apalagi memanfaatkan isu HAM sebagai kedok politis dalam era Covid-19, berpotensi mengabaikan jaminan HAM, khususnya hak kesehatan, hak ekonomi bahkan hak hidup sebagian besar warga bangsa Indonesia.

Salah satu elemen HAM yang sensitif dalam masa pandemi Covid-19 adalah kebebasan berekspresi dan akses ke informasi penting, termasuk hak untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dalam bentuk apa pun, tanpa memandang batasan apa pun.

Secara prinsip, pembatasan yang diizinkan atas kebebasan berekspresi karena alasan kesehatan masyarakat, tidak boleh membahayakan hak itu sendiri.

Warga masyarakat juga perlu bersikap bijaksana dalam melaksanakan kebebasan untuk berkumpul supaya tidak sampai menimbulkan kerumunan massa yang sulit teridentifikasi.

Jika hal itu terjadi, maka tidak tertutup kemungkinan akan muncul kluster baru penyebaran Covid-19 yang membahayakan hak kesehatan dan hak-hak asasi lainnya dari warga masyarakat.

Pada sisi lain, pemerintah bertanggungjawab menyediakan informasi yang diperlukan untuk perlindungan dan pemajuan hak, termasuk hak atas kesehatan warga masyarakat.

Komite PBB tentang Hak ekonomi, sosial dan budaya menyatakan bahwa memberikan “pendidikan dan akses informasi mengenai masalah kesehatan utama di masyarakat, termasuk cara pencegahan dan pengendaliannya sebagai “kewajiban inti” yang harus dipenuhi oleh pemerintah.

Selain itu pemerintah harus memastikan bahwa situs web yang memberi informasi tentang Covid-19 harus dapat diakses oleh orang-orang dengan kondisi cacat penglihatan, pendengaran, dan bentuk kecacatan lainnya.

Layanan berbasis telepon juga harus memiliki kemampuan teks untuk penyandang tunarungu atau yang memiliki gangguan pendengaran.

Informasi yang sesuai usia hendaknya diberikan kepada anak-anak untuk membantu mereka mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri mereka sendiri.

Singkatnya, pemerintah harus berkomunikasi dengan seluruh warga masyarakat menggunakan bahasa sederhana untuk memaksimalkan pemahaman mengenai Covid-19 dan dampak buruknya.

Lewat beberapa strategi yang dikemukakan di atas, penulis percaya, bangsa Indonesia dapat memiliki daya tahan dan kekuatan yang lebih besar sehingga bisa segera keluar dari masalah pandemi Covid-19, sekaligus bisa tetap menjamin HAM seluruh warganya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Tren
Tema Met Gala dari Masa ke Masa, 'Sleeping Beauties: Reawakening Fashion' Jadi Tajuk 2024

Tema Met Gala dari Masa ke Masa, "Sleeping Beauties: Reawakening Fashion" Jadi Tajuk 2024

Tren
Cabut Gigi Bungsu, ke Dokter Gigi Umum atau Spesialis Bedah Mulut?

Cabut Gigi Bungsu, ke Dokter Gigi Umum atau Spesialis Bedah Mulut?

Tren
Cara Daftar Anggota PPS Pilkada 2024, Berikut Syarat dan Prosedurnya

Cara Daftar Anggota PPS Pilkada 2024, Berikut Syarat dan Prosedurnya

Tren
Profil CNF Clairefontaine di Perancis, Tempat Pertandingan Indonesia Vs Guinea

Profil CNF Clairefontaine di Perancis, Tempat Pertandingan Indonesia Vs Guinea

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com