BINCANG-bincang santai mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perhubungan dan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho (Inu) memberi aura sejuk.
Anda dapat menyaksikan perbicangan itu di kanal Youtube Kompas.com baru-baru ini. Sampai kini perbincangan itu masih terpampang di youtube.
Mendengar perbincangan Jonan dan Inu, bagi saya seperti mendengar perbincangan yang meditatif. Tenang namun menghanyutkan.
Berbeda sekali dengan ingar bingar perdebatan publik di media sosial juga layar kaca yang penuh dengan gaya padu atau perang mulut. Saya pernah menonton tayangan padu ini di salah satu stasiun televisi soal salah ketik Undang-undang Cipta Kerja dan kerumunan (unjuk rasa) di masa pandemi Covid-19. Riuh. Gaduh. Bising.
Kegaduhan perbincangan dengan gaya padu tersaring oleh keheningan tayangan percakapan Jonan dan Inu itu. Paling tidak bagi saya.
Bila bagian-bagian tertentu percakapan ini saya ulang, saya merasa masuk di alam meditatif. Bagi saya ini mengurangi rasa ngeri berlebihan tentang pandemi virus Corona dan suasana bising debat (gaya padu) yang memekakkan telinga.
Jonan dan Inu duduk santai. Suara dan ritme bicara kedua orang ini semula terasa monoton tapi lama-lama menjadi seperti suara gemercik pancuran kecil di kaki gunung di wilayah pedesaan. Suara mereka terasa sejuk.
Dengan suara nada tidak menggebu, Inu membawa Jonan bercerita awal Sang Pembaharu perkeretaapian Indonesia ini diminta oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (2007-2009) Sofyan Djalil untuk bekerja di kereta api. Jonan harus meninggalkan dunia perbankan ke transportasi umum, kereta api.
“Cobalah, kalau nanti gagal atau tidak berhasil, biarkan itu menjadi tanggungjawab saya,” kata Sofyan Djalil yang ditirukan Jonan.
Jonan memuji dan tertarik pada sikap Sofyan. Keberatan Jonan hilang dan ia mau kerja di situ sebagai pimpinan tertinggi KAI, direktur utama.
Jonan mengatakan, para pemimpin perusahan kereta api sebelumnya sebagian besar punya latarbelakang pendidikan tinggi di bidang trasportasi umum.
Tapi, ia melihat sampai saat itu, 2009, apa yang telah dilakukan para pendahulunya tidak dilihat oleh masyarakat sebagai perubahan kultur atau kemajuan.
Jonan ingin mengubah kultur di dunia kereta api. Ia memilih dari hal kecil, nampak sepele, tidak terpandang, yakni WC atau toiet.
Dia menghitung waktu, satu hari bisa memunculkan satu atau dua WC bersih di stasiun kereta api. Ia meminta dalam satu bulan sejumlah WC di dalam ruang kerja para pimpinan harus bersih dan nyaman.
Apa yang diakukan Jonan menumbuhkan harapan di kalangan pegawai KAI. Harapan itu muncul dalam proses waktu dalam suasana yang sederhana dan kecil. Tidak dimulai dengan yang besar dan “wah”.
Harapan muncul bukan dari tingkat atau level tinggi, tapi dari hal kecil dan sederhana. Sesuatu yang kecil perlahan menjadi besar dan dirasakan masyarakat luas di negeri ini. Terjadilah revolusi kultural di dunia kereta api. Jonan menjadi legenda perkeretaapian Indonesia.
Tentang menurunnya keuntungan finansial kereta api di Indonesia karena virus Corona ini pernah saya tanyakan kepada pengamat kebijakan publik Agus Pambagio pada Agustus 20020 lalu.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan