Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Ignasius Jonan dan Perbincangan Meditatif Doa Sang Katak

Kompas.com - 07/12/2020, 09:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BINCANG-bincang santai mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perhubungan dan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho (Inu) memberi aura sejuk.

Anda dapat menyaksikan perbicangan itu di kanal Youtube Kompas.com baru-baru ini. Sampai kini perbincangan itu masih terpampang di youtube

Mendengar perbincangan Jonan dan Inu, bagi saya seperti mendengar perbincangan yang meditatif. Tenang namun menghanyutkan.

Berbeda sekali dengan ingar bingar perdebatan publik di media sosial juga layar kaca yang penuh dengan gaya padu atau perang mulut. Saya pernah menonton tayangan padu ini di salah satu stasiun televisi soal salah ketik Undang-undang Cipta Kerja dan kerumunan (unjuk rasa) di masa pandemi Covid-19. Riuh. Gaduh. Bising.

Kegaduhan perbincangan dengan gaya padu tersaring oleh keheningan tayangan percakapan  Jonan dan Inu itu. Paling tidak bagi saya.

Perbincangan meditatif

Bila bagian-bagian tertentu percakapan ini saya ulang, saya merasa masuk di alam meditatif. Bagi saya ini mengurangi rasa ngeri berlebihan tentang pandemi virus Corona dan suasana bising debat (gaya padu) yang memekakkan telinga.

Jonan dan Inu duduk santai. Suara dan ritme bicara kedua orang ini semula terasa monoton tapi lama-lama menjadi seperti suara gemercik pancuran kecil di kaki gunung di wilayah pedesaan. Suara mereka terasa sejuk.

Dengan suara nada tidak menggebu, Inu membawa Jonan bercerita awal Sang Pembaharu perkeretaapian Indonesia ini diminta oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (2007-2009) Sofyan Djalil untuk bekerja di kereta api. Jonan harus meninggalkan dunia perbankan ke transportasi umum, kereta api.

“Cobalah, kalau nanti gagal atau tidak berhasil, biarkan itu menjadi tanggungjawab saya,” kata Sofyan Djalil yang ditirukan Jonan.

Jonan memuji dan tertarik pada sikap Sofyan. Keberatan Jonan hilang dan ia mau kerja di situ sebagai pimpinan tertinggi KAI, direktur utama.

Jonan mengatakan, para pemimpin perusahan kereta api sebelumnya sebagian besar punya latarbelakang pendidikan tinggi di bidang trasportasi umum.

Tapi, ia melihat sampai saat itu, 2009, apa yang telah dilakukan para pendahulunya tidak dilihat oleh masyarakat sebagai perubahan kultur atau kemajuan.

Jonan ingin mengubah kultur di dunia kereta api. Ia memilih dari hal kecil, nampak sepele, tidak terpandang, yakni WC atau toiet.

Dia menghitung waktu, satu hari bisa memunculkan satu atau dua WC bersih di stasiun kereta api. Ia meminta dalam satu bulan sejumlah WC di dalam ruang kerja para pimpinan harus bersih dan nyaman.

Apa yang diakukan Jonan menumbuhkan harapan di kalangan pegawai KAI. Harapan itu muncul dalam proses waktu dalam suasana yang sederhana dan kecil. Tidak dimulai dengan yang besar dan “wah”.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com