Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Studi Terbaru Seputar Virus Corona, Apa Saja?

Kompas.com - 07/12/2020, 08:31 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dunia kini mulai melihat secercah harapan untuk mengalahkan pandemi virus corona setelah sejumlah kandidat vaksin diklaim memiliki tingkat efektivitas yang tinggi.

Bahkan, diberitakan AP pada Sabtu (5/12/2020), Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebrheyesus mengatakan masyarakat kini sudah bisa mulai memimpikan akhir dari masa pandemi Covid-19.

Kendati demikian, para ilmuwan di dunia masih terus mengungkap misteri terkait virus yang pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, China, itu dengan sejumlah penelitian.

Penelitian ini sangat penting untuk menjadi landasan pemerintah dalam mengambil kebijakan, serta pembuatan obat dan vaksin Covid-19.

Baca juga: Pemerintah Resmi Tetapkan 6 Jenis Vaksin untuk Vaksinasi Covid-19

Berikut 3 studi terbaru terkait virus corona yang baru-baru ini diungkap para ilmuwan:

Kerentanan pria akan paparan Covid-19

Pria disebut memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi Covid-19, cenderung lebih parah serta lebih mungkin untuk meninggal.

Baru-baru ini, ilmuwan menemukan bukti kuat mengenai klaim tersebut.

Disebutkan hormon seks atau steroid reproduksi wanita, seperti estrogen dan progesteron, kemungkinan memiliki peran perlindungan terhadap virus corona melalui sifat anti-inflamasi serta efeknya pada sistem kekebalan tubuh.

Studi baru ini juga menyoroti bukti yang menunjukkan, hormon seks wanita mendorong perbaikan sel paru-paru setelah infeksi virus corona dan bahkan menghambat reseptor ACE2, yang digunakan virus SARS-CoV-2 untuk memasuki sel inang.

Badai sitokin yang muncul saat terinfeksi virus corona juga dapat dicegah oleh hormon seks wanita.

Baca juga: Peneliti Ungkap Alasan Pria Lebih Rentan Terinfeksi Virus Corona

Kerusakan paru-paru akibat Covid-19

Studi terbaru yang dilakukan Oxford University menemukan virus corona mengakibatkan kelainan dan kerusakan pada paru-paru.

Kerusakan tersebut masih bisa terdeteksi lebih dari tiga bulan setelah seseorang pasien terinfeksi.

Penelitian menggunakan teknik pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) dan melibatkan 10 orang berusia antara 19-69 tahun.

Hasilnya, ditemukan delapan dari pasien yang diuji mengalami sesak napas dan kelelahan terus-menerus selama tiga bulan.

Pemindaian MRI teknik xenon menunjukkan tanda-tanda kerusakan paru-paru, dengan menyoroti area udara yang tidak mengalir dengan mudah ke dalam darah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com