Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
"Alasannya adalah karena genom kita terbuat dari DNA dan materi genetik ini bukanlah DNA, tetapi RNA - dan aturan biologi adalah bahwa RNA tidak dapat menyisipkan dirinya sendiri ke dalam genom DNA," katanya dilansir dari AFP.
Profesor Helen Petoussis-Harris, ahli vaksin di University of Auckland, juga mengatakan bahwa RNA tidak dapat mengubah genom seseorang.
Dinukil dari Science, Alana Gerhardt dari Infectious Disease Research Institute di Seattle Amerika Serikat mengatakan, mRNA relatif rapuh dibandingkan dengan protein atau fragmen protein yang sering membentuk vaksin konvensional, serta mudah pecah pada suhu kamar.
Selain itu, enzim yang disebut ribonuklease yang mengunyah mRNA ada di mana-mana, bahkan di lingkungan laboratorium seperti dari pernapasan dan kulit pekerja laboratorium.
Perusahaan memberi mRNA sejumlah perlindungan selama produksi dan penyimpanan dengan memasukkannya ke dalam pembawa, zat mirip lemak yang disebut nanopartikel lipid. Lipid juga melindungi mRNA dari enzim dalam darah setelah disuntikkan.
Namun, nano partikel itu sengaja dirancang untuk terdegradasi secara perlahan sehingga tidak akan menumpuk di hati dan menyebabkan kerusakan.
Hal serupa diungkapkan peneliti vaksin yang mengepalai International Society for Vaccines, Margaret Liu. Dikutip dari NPR, Liu mengatakan mRNA sangat mudah dihancurkan oleh banyak enzim.
Analogikan vaksin seperti coklat batang yang mudah meleleh. Sama seperti cara agar coklet tidak meleleh, maka ada hal yang dilakukan pembuat obat untuk melindungi vaksinnya.
Liu menjelaskan langkah pertama adalah memodifikasi nukleosida mRNA, yakni bahan penyusun vaksin RNA. Versi modifikasi dipakai karena lebih stabil, layaknya mengganti resep coklat sehingga tidak terlalu meleleh.
Langkah selanjutnya yakni menggunakan nanopartikel lipid, seperti meletakkan cokelat di dalam lapisan permen agar cokelat tidak meleleh.
Bahkan dengan blok penyusun dan lapisan lipid yang distabilkan, mRNA masih bisa mudah rusak. Itulah sebabnya vaksin dibekukan.
"Semuanya terjadi lebih lambat saat Anda menurunkan suhu. Jadi, reaksi kimia Anda - enzim yang memecah RNA - akan terjadi lebih lambat," kata Liu.
Ide ini sama seperti membekukan makanan agar tidak rusak. Karena formulasi spesifik dirahasikan, menurut Liu tidak jelas mengapa dua vaksin mRNA memiliki syarat suhu berbeda. Hal itu sangat tergantung pada data produsen vaksin.
Dari penelusuran tim Cek Fakta Kompas.com, narasi vaksin yang disimpan pada suhu minus 80 derajat Celcius adalah agen transfeksi hidup yang mengakibatkan manipulasi genetik salah.
Sejumlah ahli menegaskan, vaksin Covid-19 tidak dapat mengubah genom manusia dan memang harus disimpan dalam suhu sangat dingin untuk melindungi mRNA yang menjadi basis vaksin Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.