KOMPAS.com - Secara perlahan, misteri seputar virus corona berhasil diungkap para ilmuwan dunia.
Pengungkapan tersebut sangat penting untuk mendukung pembuatan obat, vaksin, dan menyiapkan langkah pencegahan.
Hingga Senin (30/11/2020), berdasarkan data Worldometers, virus corona telah menginfeksi lebih dari 63 juta orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,4 juta di antaranya meninggal dunia dan lebih dari 43 juta dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Dalam beberapa hari terakhir, sederet studi baru terkait Covid-19 berhasil diungkap oleh para ilmuwan.
Baca juga: UPDATE 30 November: Ada 71.420 Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia
Berikut rinciannya:
Para peneliti di Harvard HT Chan School of Public Health dan University of Colorado Boulder menyatakan tes cepat Covid-19 dapat mengakhiri pandemi.
Hasil peneletian menunjukkan dengan tes cepat yang dilakukan secara massal, mencakup 75 persen kota setiap 3 hari sekali, akan dapat mengakhiri pandemi dalam waktu 6 minggu.
Meski metode ini tak mungkin tak dapat diandalkan, tetapi disebut lebih baik dibandingkan penguncian yang memiliki dampak besar pada ekonomi.
"Daripada menyuruh semua orang untuk tinggal di rumah sehingga Anda dapat yakin bahwa satu orang yang sakit tidak menyebarkannya, kami hanya dapat memberi perintah kepada orang-orang yang menular untuk tinggal di rumah sehingga semua orang dapat menjalani hidup mereka," kata Profesor ilmu komputer di UC Boulder dan penulis utama studi, Daniel Larremore.
Baca juga: Metode Tes Cepat Covid-19 Ini Diklaim Akhiri Pandemi dalam 6 Minggu, Kok Bisa?
Hasil studi Annals of Internal Medicine menjelaskan, orang dengan golongan darah O atau Rh-negatif memiliki risiko lebih rendah tertular virus corona dibandingkan golongan darah lainnya.
Studi yang melibatkan 225.556 orang juga menunjukkan bahwa orang dengan golongan darah O berpeluang rebih rendah meninggal akibat Covid-19.
Peneliti menyebut orang dengan golongan darah Rh-negatif juga dinilai lebih terlindungi, apalagi jika mereka yang bergolongan darah O-negatif.
Sementara itu, dokter di Brazil menyatakan peningkatan kadar vitamin D pada pasien yang kritis tidak mempercepat penyembuhan pasien di rumah sakit.
Sebelumnya, vitamin D siklaim dapat memberi hasil pengobatan lebih baik bagi pasien Covid-19.
Baca juga: Studi Terbaru Covid-19 Terkait Golongan Darah O dan Vitamin D