Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Belanda Menemukan Organ Baru di Dalam Kepala Manusia, Apa Itu?

Kompas.com - 21/10/2020, 20:30 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Lebih dari 160 tahun yang lalu, penulis Dr. Henry Grey menyusun teks paling komprehensif tentang tubuh manusia.

Namun, setelah lusinan revisi dan edisi baru, para dokter masih membuat penemuan tentang bagaimana tubuh tersusun dari banyak organ.

Terbaru, sejumlah ilmuwan di Institut Kanker Belanda mengaku telah menemukan organ baru di tenggorokan saat melakukan penelitian tentang kanker prostat.

Sebelumnya para ahli mengira hanya ada kelenjar ludah mikroskopis di dalam daerah nasofaring di belakang hidung.

Tetapi, seperti dikutip dari Skynews (21/10/2020), para peneliti menemukan satu set baru kelenjar ludah sekitar 1,5 inci (3,81 cm) saat memindai sel kanker prostat menggunakan kombinasi CT scan dan positron emission tomography (PET) scan yang disebut PSMA PET-CT.

Jika organ baru tersebut dikonfirmasi, itu akan menjadi yang pertama dalam waktu sekitar tiga abad menurut The Newyork Times (19/10/2020).

Baca juga: Para Ilmuwan Temukan Organ Baru Pendeteksi Rasa Sakit di Bawah Kulit

Sebelumnya, dalam setiap buku anatomi modern hanya menyebutkan tiga jenis utama kelenjar ludah: satu terletak di dekat telinga, satu lagi di bawah rahang, dan satu lagi di bawah lidah.

"Sekarang, kami pikir ada yang keempat," kata Dr. Matthijs Valstar, seorang ahli bedah dan peneliti di Institut Kanker Belanda.

Valstar mengatakan, kelenjar ludah secara kolektif mengeluarkan sekitar satu liter ludah setiap hari. Kelenjar tersebut berfungsi melumasi mulut, membuatnya lebih mudah untuk berbicara dan menelan.

Selain juga bertugas membawa bahan kimia lezat dalam makanan ke sel mikroskopis yang dapat merasakannya.

Kelenjar itu disebutkan dilengkapi dengan kekuatan penyembuhan mentah, berperang melawan kuman dan mempercepat penutupan luka.

"Itu (kelenjar ludah) yang bertanggung jawab atas banyak hal yang membuat Anda menikmati hidup," kata dia.

Baca juga: Sempat Dihentikan, Uji Coba Vaksin Corona AstraZeneca Akan Dilanjutkan

Kelenjar ludah tubarial

Organ baru yang ditemukan peneliti dari BelandaValstar, et al/Radiotherapy and Oncology Organ baru yang ditemukan peneliti dari Belanda

Penelitian itu kecil, dan meneliti populasi pasien yang terbatas, kata Dr. Valerie Fitzhugh, seorang ahli patologi di Universitas Rutgers yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

"Tapi sepertinya mereka mungkin tertarik pada sesuatu. Jika itu nyata, itu bisa mengubah cara kita memandang penyakit di wilayah ini,” kata dia.

Dalam pemindaian PSMA PET-CT, dokter menyuntikkan "pelacak" radioaktif ke dalam pasien.

Pelacak ini mengikat dengan baik pada protein PSMA, yang meningkat dalam sel kanker prostat.

Pemindaian PSMA PET-CT juga sangat baik dalam mendeteksi jaringan kelenjar ludah, yang juga memiliki PSMA yang tinggi.

Temuan tersebut saat ini tercatat dalam Journal of Radiotherapy and Oncology pada bulan September 2020.

Para peneliti mengatakan kelenjar yang baru ditemukan kemungkinan akan digunakan untuk melumasi tenggorokan bagian atas di belakang hidung dan mulut.

Mereka menamakannya kelenjar ludah tubarial karena lokasinya di atas tulang rawan yang disebut torus tubarius.

Baca juga: Riset: 500.000 Bayi Meninggal dalam Setahun karena Polusi Udara

Memeriksa 100 pasien

Organ baru yang ditemukan peneliti dari BelandaValstar, et al/Radiotherapy and Oncology Organ baru yang ditemukan peneliti dari Belanda

Untuk mengkonfirmasi penemuan mereka, para ilmuwan, dipimpin oleh ahli onkologi radiasi Wouter Vogel, memeriksa 100 pasien dan menemukan semuanya memiliki kelenjar.

Mereka juga membedah daerah nasofaring dari dua mayat dan mendapatkan hasil yang sama.

Temuan para ilmuwan juga dapat membantu mengurangi efek samping dari beberapa pengobatan kanker, kata mereka.

Dokter yang menggunakan radioterapi untuk mengobati kanker kepala dan leher mencoba menghindari tiga kelenjar ludah utama karena merusaknya dapat membuat pasien kesulitan untuk makan, berbicara, atau menelan.

Tetapi tanpa menyadari keberadaan kelenjar keempat, mereka masih memancar di daerah itu, yang berarti pasien masih mengalami efek samping.

"Langkah kami selanjutnya adalah menemukan cara terbaik untuk menyelamatkan kelenjar baru ini. Jika kita bisa melakukan ini, pasien mungkin mengalami lebih sedikit efek samping, yang akan menguntungkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan setelah pengobatan," kata Dr Vogel.

Baca juga: Hujan Meteor Orionids Bisa Disaksikan Malam Ini, Apa Istimewanya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com