Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Mati, Sisa Virus Masih Bisa Terdeteksi Alat Tes PCR dalam Jangka Waktu Lama

Kompas.com - 10/10/2020, 07:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seseorang yang terinfeksi virus corona dapat dinyatakan sembuh, salah satunya apabila telah menjalani tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) dan menunjukkan hasil negatif. 

Masa penyembuhan seseorang yang positif terinfeksi Covid-19 berbeda-beda tergantung dengan kondisi imunitasnya.

Ada yang hanya perlu satu-dua pekan saja. Namun ada pula yang memerlukan waktu cukup panjang, hingga berminggu-minggu untuk akhirnya dinyatakan negatif dari virus ini.

Hal ini salah satunya karena hasil PCR yang masih menunjukkan positif Covid-19, meski penderita atau pasien (bukan OTG) sudah dalam kondisi yang sehat dan tidak memiliki keluhan. 

Baca juga: WHO Perbarui Kriteria Pasien Sembuh Covid-19, Tidak Perlu Dua Kali Swab Negatif

Fragmen virus mati masih terdeteksi

Ahli Epidemiologi dari Univesitas Airlangga Surabaya (Unair), Windu Purnomo menjelaskan, seseorang yang kondisinya membaik, namun kadang masih dites positif Covid-19 karena adanya fragmen yang tersisa dari virus corona yang sudah mati masih terdeteksi alat tes. 

Menurut Windu, pasien ini sudah tidak memiliki virus aktif, hanya sisa-sisa virus masih terdeteksi oleh PCR.

"Kalau dilihat di PCR-nya kadang-kadang masih positif. Padahal itu virus yang sudah mati, tinggal fragmen-fragmennya," kata Windu, dihubungi Jumat (9/10/2020).

Oleh karena itu, ada istilah Cycle trasehold (Ct) yang akan muncul di hasil tes PCR dan ini bisa menunjukkan apakah virus yang terdeteksi ini masih aktif atau sudah mati.

"Di PCR itu ada yang kita sebut Cycle trasehold, diputar, jadi kalau cycle trasehold-nya tinggi itu menunjukkan sebetulnya yang terdeteksi fragmennya saja, virusnya sudah mati," jelas Windu.

Untuk itu, bagi pasien yang sudah menunjukkan kondisi baik dan sudah menjalani perawatan panjang namun hasil PCR masih saja menunjukkan positif, maka angka Ct lah yang akan dijadikan rujukan.

"Jadi nanti yang dilihat bukan positivitasnya, tapi Ct-nya," sebut Windu.

Baca juga: CDC Perbarui Panduan Covid-19, Akui Virus Corona Bisa Menyebar di Udara

Siklus hidup virus corona dalam tubuh

Windu menjelaskan, usia virus corona dalam tubuh seseorang rata-rata hanya 28 hari atau 4 minggu, sejak pertama kali menginfeksi, bukan sejak muncul gejala.

Namun rentang waktu ini juga bisa lebih singkat, tergantung pada kondisi kesehatan orang yang terinfeksi.

Karena itu apabila seseorang terinfeksi dan kondisi tubuh seseorang sehat tidak akan langsung menunjukkan gejala.

Kategori ini yang sebelumnya dikenal sebagai orang tanpa gejala (OTG).

"Gejala belum tentu muncul, tapi biasanya dia muncul sekitar hari ke 3-5 setelah tertular," ucap Windu.

Imun tubuh

Di hari-hari pertama infeksi, tubuh belum memiliki antibodi apapun untuk menghadapi virus ini, karena antibodi yang disebut sebagai Immunoglobulin M (IgM) baru akan muncul di hari ke-7 infeksi.

Ini lah mengapa, menurut Windu, terkadang seseorang yang positif Covid-19 dinyatakan nonreaktif saat melakukan tes rapid, karena IgM belum terbentuk dalam tubuh.

"Makanya kalau rapid test dinyatakan nonreaktif, dia harus datang lagi melakukan rapid test di hari ke 7 atau 10. Nanti kalau dites ulang tetap nonreaktif berarti memang dia tidak mengandung virus," jelasnya.

Baca juga: Update Corona di Dunia 6 Oktober: 35,7 Juta Infeksi | Donald Trump Keluar dari Rumah Sakit

Kemudian, pada usia infeksi 10-14 hari, ini adalah waktu di mana virus corona memiliki daya infeksi yang paling tinggi.

Setelah itu, virus akan melemah secara perlahan karena digempur oleh antibodi, hingga akhirnya mati.

Tidak hanya IgM, ada juga antibodi lain yang akan terbentuk di hari ke-14 infeksi, antibodi itu bernama Immunoglobulin G (IgG).

"Jadi ketika IgG muncul virus menjadi lemah, karena dia digempur oleh antibodi kita. Jadi IgM yang sudah keluar dulu di hari ke-7 ditambah di hari ke-14 dengan IgG. Digempur, maka dia turun," ungkap Windu.

Ketika virus sudah melemah, bukan berarti ia tidak bisa menular kepada orang lain. Windu menyebut masih bisa, hanya saja kekuatannya tidak sebesar sebelumnya.

Begitulah perjalanan virus corona dalam tubuh hingga akhirnya mati dengan sendirinya di hari ke-28.

Ambil PCR, bukan tes rapid

Setelah mengetahui siklus hidup virus corona, reaksi tubuh, dan sistem antibodi yang menjadi acuan tes rapid, Windu mengarahkan agar kita melakukan tes PCR, bukan rapid test, jika ingin mengetahui apakah terinfeksi corona atau tidak.

Selain tidak akurat, hasil dari tes ini juga cukup membuat was-was.

"Makanya kalau saya sekarang hari ketiga tertular (IgM belum terbentuk), kemudian saya datang ke tempat pelayanan, di-rapid, itu ya masih nonreaktif, nanti kita dianggep orang enggak apa-apa, padahal mungkin saya sudah tertular," sebut Windu.

Padahal meski belum menunjukkan gejala, belum memunculkan antibodi, virus yang sudah ada di tubuh seseorang, sudah mulai bisa ditularkan kepada orang lain.

Untuk itu lah proses pelacakan kasus Covid-19 dilakukan tidak harus menunggu seseorang muncul gejala atau reakktif saat menjalani rapid test.

"Petugas kesehatan tidak boleh menunggu ketika (seseorang) sudah muncul gejala, kalau ada orang yang positif (Covid-19), kontak eratnya harus dicari. Meskipun tanpa gejala, harus langsung di tes, jadi kita bisa menemukan orang yang positif sebelum gejalanya muncul," kata dia. 

Baca juga: Studi: Sebagian Besar Pasien Covid-19 Tunjukkan Gejala Neurologis, Apa Itu?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com