Lalu, alasan lainnya adalah karena para pelajar ini mengalami kekosongan. Terlebih pada masa-masa pandemi, hampir semua sekolah diliburkan dan melaksanakan pembelajaran daring.
"Jadi mereka ini berhari-hari, berbulan-bulan tidak ikut kuliah atau sekolah, nah tiba-tiba sekarang ada kegiatan yang kumpul bareng-bareng. Keramaian ini mengundang mereka datang," ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Sosiolog UGM Sidiq Harim menjelaskan demonstrasi yang diikuti pelajar di beberapa daerah merupakan gerakan sosial di era mudahnya akses informasi.
"Kalau saya melihat itu sebagai gerakan sosial di era keterbukaan informasi. Jadi siapapun karena informasi sampai kepada mereka ya bisa saja mereka tergerak untuk terlibat," katanya pada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).
Sidiq mengatakan, di era keterbukaan informasi selama mereka punya gadget mereka bisa mendapatkan informasi langsung ke personal.
"Ketika sampai kepada identitas kolektif, kemarin ada hashtag #STMBergerak misalnya itu bisa saja lewat situ, mereka terlibat dalam aksi kolektif gerakan sosial," ujar Sidiq.
Terkait paham tidaknya para pelajar yang ikut demo, menurut Sidiq, masih ada masalah untuk bisa memahami UU tersebut.
Dia menyoroti minimnya informasi tentang Omnibus Law yang dibagikan ke masyarakat.
"Problemnya ini yang jadi pertanyaan publik. Publik masih menunggu draft. Draft-nya di mana aja nggak tau. Jadi mau baca aja sulit. Kemudian naskah akademik juga dipertanyaan keberadaannya, prosesnya, dan sebagainya," katanya.
Baca juga: Berencana Demo ke DPR, 162 Pelajar Diamankan Polres Jaksel
Hal itu menurutnya yang kemudian membangkitkan inisiatif publik turun ke jalan ramai-ramai menolak.
"Keterlibatan pelajar itu sebagai bentuk aspirasi yang disalurkan dalam konteks era keterbukaan informasi," kata Sidiq.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.