Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Sejumlah Negara Arab Kini Memilih Berdamai dengan Israel?

Kompas.com - 19/09/2020, 08:09 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Oleh karena itu, menurut Burdah apa pun akan mereka lakukan demi tetap memiliki pengaruh di Timur Tengah, termasuk mengorbankan solidaritas terhadap Palestina.

"Pada titik ini kita bisa mengerti bahwa mereka sedang mementingkan kepentingan nasional mereka jauh di atas solidaritas terhadap Palestina," kata Burdah kepada Kompas.com, Jumat (18/9/2020).

Baca juga: Hamas Ancam Eskalasi Militer ke Israel karena Perjanjian Damai UEA, Bahrain dengan Israel

Menurut dia, hubungan di antara Negara Teluk (seperti UEA dan Bahrain) dengan Israel memiliki karakter berbeda dari hubungan antara negara Arab yang berbatasan langsung dengan Israel.

Sebab, dasar persoalan Negara Teluk dengan Israel hanyalah solidaritas terhadap sesama negara Arab.

Berbeda halnya dengan negara sekitar Israel yang memiliki konflik secara langsung dan seringkali terlibat dalam perang.

Dengan adanya normalisasi ini, Burdah menilai, UEA dan Bahrain mengambil risiko besar, terutama popularitas mereka di kawasan.

"Apalagi UEA ini sedang ekspansi kemana-mana, sepak terjangnya aktif di berbagai isu kawasan. Saya kira keputusan ini membuat citra mereka terkoreksi, populairatsnya semakin anjlok," jelas dia.

Menurut Burdah, langkah paling ideal bagi UEA dan Bahrain sebenarnya adalah menjalin hubungan intensif dengan Israel secara tertutup, seperti yang mereka lakukan sebelumnya.

Baca juga: Setelah UEA dan Bahrain, Trump Berharap Arab Saudi Berdamai dengan Israel

Kemenangan Trump dan Netanyahu

Di sisi lain, Trump dan Netanyahu justru sangat diuntungkan dengan upaya normalisasi ini.

Burdah menjelaskan, peresmian hubungan tersebut memperbaiki citra Trump menjelang pemilu pada November 2020 mendatang.

Selama ini, Trump tak banyak memiliki prestasi di luar negeri, khususnya Timur Tengah.

Sementara itu, Netanyahu yang berada dalam tekanan domestik akibat dugaan korupsi, berharap akan mendapatkan keuntungan besar dari normalisasi ini.

"Posisi dia bisa imun dari kasus hukum yang menjeratnyaa jika menjadi perdana menteri. Jadi Netanyahu termasuk memperoleh untung besar dari kesepakatan ini," tutur Burdah.

Senada dengan Burdah, dikutip dari al-Sharq, Jumat (18/9/2020), peneliti Wissam Afifah menyebutkan, tekanan yang melanda Bahrain merujuk pada kunjungan Pangeran Salman bin Hamid ke Washington untuk kesepakatan senjata militer.

Menurutnya, kesepakatan itu membuat Bahrain lebih mungkin untuk menjauh dari Iran dan meningkatkan permusuhan dengan Qatar.

Baca juga: Pakar: Perjanjian Damai Israel dengan UEA dan Bahrain Mengarah pada Perubahan Status Quo Al-Aqsa

Peluang bisnis Negara Teluk

BBC Arabic, Selasa (15/9/2020), memberitakan, normalisasi tersebut akan membantu negara-negara teluk dalam memperkuat militer.

Normalisasi itu juga tampaknya membuka jalan kesepakatan antara UEA dan AS untuk memliki pesawat tempur F-35 dan EA-18G Growler yang hampir mustahil dilakukan di masa lalu.

Selain itu, kedua negara Teluk itu juga kini bisa menjalin kerjasama di bidang teknologi secara terbuka.

Kemegahan negara Teluk dan pemandangan gurun yang menawan juga disebut akan menjadi daya tarik besar bagi warga Israel untuk mengunjungi negara-negara tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com