KOMPAS.com - Tingkat perceraian di Kabupaten Bandung, Jawa Barat dikabarkan meningkat sejak pandemi corona.
Bahkan antrean mengular warga yang mengajukan cerai di KUA Soreang, Kabupaten Bandung, baru-baru ini viral di media sosial.
Diberitakan Kompas.com (26/8/2020), Panitera Muda Pengadilan Agama Soreang, Ahmad Sadikin mengatakan sejak pandemi pada Maret 2020, angka perceraian sangat tinggi.
Baca juga: Fenomena Kawin Cerai di Kalangan Selebriti, Apa Pemicu dan Bagaimana Solusinya?
Bahkan saking tingginyi yang menggugat cerai, pihaknya terpaksa menutup sementara pendaftaran gugatan cerai ada Mei selama dua minggu.
Diketahui, umumnya gugatan cerai yang diminta berkisar 700 sampai 800 kasus.
Namun, pada Juni 2020, jumlah gugatan cerai melampaui angka 1.012 kasus.
Baca juga: Viral, Video Pengakuan 4 ABK Diduga Alami Penyiksaan di Kapal China
Lantas, apa yang menyebabkan suatu pasangan memilih untuk bercerai di tengah pandemi corona?
Pengajar Studi Antropologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Budi Rajab mengungkapkan ada sejumlah faktor yang mendasari adanya sebuah perceraian.
Salah satunya yakni dari sisi ekonomi.
"Yang menjadi penyebab adalah Covid-19 dan masalah ekonomi dari pihak suami," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (26/8/2020).
Baca juga: Saat Musisi hingga Istri TNI Dilaporkan Polisi...
Ia menambahkan, jika pihak perempuan atau istri meminta cerai, diduga karena tidak adanya kejelasan pekerjaan dari kepala keluarga atau si suami.
Menurutnya, faktor lain yang mendasari suatu pasangan memilih untuk bercerai karena ada keberanian dari pihak istri untuk lebih bersuara.
"Ada keberanian dari pihak istri untuk lebih bersuara dan mandiri secara ekonomi. Perlu diperhatikan, kemandirian ekonomi keluarga yang berpusat pada perempuan, ekonominya harus menguat dan diperkuat," lanjut dia.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi dan Bedanya dengan Depresi Ekonomi
Terkait kemandirian ekonomi, Budi menjelaskan, tindakan ini biasa ditandai dengan adanya pemberdayaan ekonomi.
Jadi, tidak hanya kepada kaum laki-laki atau pihak suami saja selaku kepala keluarga yang diberdayakan atau yang menerima bantuan ekonomi dari pemerintah.