Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Jenazah Dimakan Burung, Ini Ritual Pemakaman Langit di Tibet

Kompas.com - 14/08/2020, 14:38 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah unggahan utas di Twitter ramai diperbincangkan warganet tentang pemakaman jenazah yang tidak biasa.

Pemakaman itu dilakukan dengan cara membiarkan burung pemakan bangkai memakan jasad orang yang telah meninggal tersebut hingga hanya menyisakan tulang-belulang. 

Unggahan tersebut disukai lebih dari 17.700, diretwit hampir 5.000 akun dan dikomentari lebih dari 1.000 orang. 

Ternyata, tradisi pemakaman dengan cara seperti itu dikenal sebagai pemakaman langit, dan merupakan salah satu tradisi pemakaman yang ada di negara Tibet.

Dalam kepercayaan Buddhisme Tibet, ritual pemakaman langit dipercaya mewakili harapan mereka untuk bisa memasuki surga setelah meninggalkan dunia yang fana.

Ritual ini lazim dilakukan oleh masyarakat setempat.

Baca juga: Eksperimen Ayam Tibet Ungkap Fakta Unik Cara Adaptasi Organisme, Kok Bisa?

Prosesi ritual

Melansir Tibet Travel, Jumat, (14/8/2020) apabila ada seorang penduduk Tibet meninggal dunia, jasadnya akan dibalut dengan kain putih dan disemayamkan di sudut rumah selama tiga hingga lima hari.

Pada periode ini, biksu atau lama, pemuka spiritual di Tibet, akan membacakan ayat-ayat suci kepada jenazah, agar jiwa yang meninggal bisa terbebas dari siksaan.

Keluarga yang ditinggalkan juga akan menghentikan aktivitas sehari-hari mereka, dan mengusahakan situasi rumah menjadi lebih tenang, agar jiwa yang meninggal mendapat jalan yang aman ke surga.

Setelah masa mendoakan usai, anggota keluarga kemudian memilih hari baik untuk pemakaman dan menghubungi rogyapas, pembawa jenazah, untuk melakukan prosesi pemakaman.

Sehari sebelum pemakaman, keluarga akan melepas kain yang membungkus jenazah dan memosisikan jenazah meringkuk seperti janin.

Pada hari yang telah ditentukan, jenazah dibawa ke gunung. Dupa khusus, Su, dibakar untuk menarik perhatian burung kondor.

Pemuka spiritual kemudian melantunkan ayat-ayat suci untuk melebur dosa yang meninggal, sementara rogyapas akan memulai ritual memotong-motong jasad.

Baca juga: Tahan Cuaca Ekstrem, Manusia Purba Paling Misterius Ini Ada di Tibet

Makna filosofis

Sosok orang TibetKevin Frayer Sosok orang Tibet

Ritual pemakaman langit memiliki makna filosofis yang dalam bagi penganut Buddha di Tibet.

Masyarakat setempat percaya bahwa ketika burung kondor memakan potongan-potongan jasad dari orang yang meninggal, artinya orang tersebut tidak memiliki dosa dan jiwanya akan pergi dengan tenang ke surga.

Selain itu, burung kondor juga dianggap sebagai binatang suci dan hanya memakan jasad manusia, tanpa menyerang binatang-binatang kecil yang ada di sekitar.

Sisa-sisa jasad yang tidak dimakan oleh burung kondor, akan dibakar dan Lama akan membacakan doa. Hal ini dilakukan karena sisa-sisa tubuh itu dipercaya akan mengikat jiwa orang yang meninggal dengan dunia.

Karena kesakralan ritual ini, terdapat beberapa pantangan saat pemakaman langit tengah dilangsungkan.

Pertama, orang asing tidak diizinkan untuk mengikuti ritual ini, karena masyarakat Tibet percaya bahwa kehadiran mereka akan membawa dampak buruk pada perjalanan jiwa menuju surga.

Kedua, anggota keluarga juga tidak diizinkan mengikuti proses pemakaman, hanya rogyapas dan Lama yang diizinkan hadir selama prosesi suci ini.

Di Tibet, terdapat dua lokasi yang dikenal sebagai situs pemakaman langit.

Pertama adalah biara Drigung Til, yang terletak di daerah Maizhokunggar. Biara ini dibangun di permukaan tebing bebatuan curam, yang menghadap ke lembah Mum Pa.

Lokasi kedua adalah Akademi Buddha Larung Gar, yang merupakan akademi Buddha terbesar di dunia. Larung Gar, terletak di sebelah tenggara provinsi Sichuan.

Baca juga: Banyak Sampah, Base Camp Everest di Tibet Ditutup untuk Umum

Jenis-jenis pemakaman di Tibet

Pemakaman langit bukanlah satu-satunya ritual pemakaman di Tibet.

Karena pengaruh kuat oleh Buddhisme Tibet dan Agama Bon, ritual pemakaman yang dipraktikkan di Tibet adalah pemakaman stupa, pemakaman langit, pemakaman api (kremasi), pemakaman air, dan penguburan.

Pemakaman stupa

Pemakaman stupa adalah ritual pemakaman paling mulia dan sakral di Tibet. Stupa adalah monumen agama Buddha Tibet dan situs pemakaman suci.

Pemakaman ini dikhususkan untuk Dalai Lama, Panchen Lama atau Buddha Hidup. Setelah nirwana seorang Lama, jenazah yang dibalsem akan mengalami dehidrasi dan dibungkus dengan tanaman obat dan rempah-rempah langka.

Terakhir, jenazah dipindahkan ke stupa dan diawetkan. Bentuk stupa bervariasi, bisa rumit atau sederhana.

Sementara itu, bahan yang digunakan bisa dari emas, perak, perunggu, kayu, atau tanah tergantung peringkat Lama.

Pemakaman api (kremasi)

Kremasi diperuntukkan bagi biksu dan bangsawan tinggi.

Pada proses ini, jenazah didudukkan di atas tumpukan kayu dan jerami, yang kemudian dibakar.

Abu para bhikkhu yang suci akan dimasukkan ke dalam kotak kayu atau kendi tanah dan kemudian dikuburkan di tanah rumah atau di atas bukit, atau di sebidang tanah suci.

Ada juga yang membawa abunya ke puncak gunung yang tinggi dan disebar ke udara atau ke sungai.

Namun, abu Buddha Hidup atau Lama yang suci biasanya diletakkan di menara emas atau perak kecil beberapa bersama dengan buku klasik, alat musik, dan harta karun. Menara ini biasanya disebut menara berkabung atau menara tulang berkabung.

Baca juga: Serba Serbi Tibet yang Bikin Penasaran

Pemakaman air

Dalam pemakaman air, jenazah dibungkus dengan kain putih dan dilarung ke sungai. Ada dua pandangan berbeda tentang pemakaman air.

Di daerah di mana penguburan langit menjadi praktik dominan, penguburan air dianggap sebagai cara inferior untuk membuang pengemis dan mereka yang berstatus sosial rendah.

Di tempat-tempat di mana burung nasar tidak tersedia untuk penguburan di langit, penguburan air diadopsi secara luas oleh rakyat jelata dan ritualnya mengikuti seperangkat aturan yang ketat, secara sakral dan khusyuk.

Pemakaman bumi 

Bagi orang Tibet, pemakaman bumi adalah bentuk inferior. Penguburan lazim di zaman kuno dan dipraktikkan secara luas oleh banyak klan.

Namun, dengan diperkenalkannya agama Buddha Tibet, pemakaman di langit menjadi upacara pemakaman yang dominan. Penguburan sekarang jarang dilakukan.

Hanya mereka yang menderita penyakit menular atau mereka yang dibunuh oleh perampok atau pembunuh yang akan dikubur dengan cara ini.

Menurut orang Tibet, tubuh orang-orang tersebut tidak cukup bersih untuk dipersembahkan kepada burung nasar.

Penguburan menunjukkan dua arti: Pertama adalah memberantas penyebaran murrain. Cara lainnya adalah bertindak sebagai cara menghukum orang mati dengan memasukkannya ke neraka.

Baca juga: Tibet, Sebuah Perjalanan Impian

Pemakaman pohon

Pemakaman ini diperuntukkan bagi anak-anak. Biasanya dipraktikkan di Nyingchi, tenggara Tibet.

Agar tidak terlihat oleh anak-anak lain, jenazah anak tersebut ditempatkan dalam kotak kayu dan digantung di pohon, yang terletak di hutan terpencil.

Pemakaman tebing

Penguburan tebing dipraktekkan di Tibet selatan. Mayat yang dibalsem ditempatkan di dalam kotak kayu. Kotak itu kemudian ditempatkan di gua yang berada di tebing, dan biasanya berada 50-300 meter di atas tanah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com