Bahkan, lanjut Danafer, kejatuhan peradaban selalu merupakan proses sosial-politik akibat kekacauan layanan publik, pembusukan organisasi dan institusi.
Tapi pada sisi lain, Covid-19 juga membawa implikasi positif bagi peradaban manusia. Covid-19 memaksa pemerintah untuk memenuhi kewajibannya melindungi setiap warganya.
Dalam konteks seperti itu, pemerintah Indonesia misalnya mengalokasikan triliunan rupiah untuk membiayai pelayanan kesehatan, dan menanggung beban sosial-ekonomi warga yang terdampak, baik langsung maupun tak langsung oleh Covid-19.
Pandemi Covid-19 juga memperkuat solidaritas antara umat manusia. Mereka yang berkecukupan berbagi dengan yang berkekurangan.
Pandemi Covid-19 juga mendorong kebiasaan baru yang berdampak positif bagi lingkungan hidup.
Seattle, salah satu kota di AS yang paling terpengaruh oleh Covid-19, adalah markas besar bagi beberapa perusahaan teknologi terbesar di dunia, termasuk Microsoft, Amazon dan Boeing.
Seattle Times (2/8/20) memberitakan, sejak Maret lalu perusahaan-perusahaan tersebut telah mewajibkan staf mereka bekerja dari rumah guna memperlambat penyebaran Covid-19.
Kebijakan tersebut bisa mengubah pekerjaan dan gaya hidup selamanya. Tidak ada lagi perjalanan pulang pergi, gedung perkantoran, kemacetan, tempat parkir, dan sebagainya.
Sementara itu, citra satelit memperlihatkan bahwa awan polusi di Beijing menurun drastis akibat penurunan arus transportasi darat selama orang-orang yang bekerja dari rumah dan berkurangnya lalu lintas udara menyusul larangan berpergian dan berwisata (Forbes (1/8/20).
Sesungguhnya, apa yang terjadi di Seattle dan Beijing, terjadi juga di sejumlah kota besar di Eropah, Afrika, Timur-Tengah, Asia, Australia dan Amerika. Jadi, Covid-19 dapat menciptakan gaya hidup yang berimplikasi pada penurunan emisi CO2 global.
Pandemi Covid-19 tak hanya menggerogoti peradaban, tapi juga mengancam integrasi ekonomi global.
Presiden Perancis, Emmanuel Macron misalnya, mengatakan bahwa Covid-19 akan mengubah sifat globalisasi yang telah kita jalani selama 40 tahun terakhir.
Menurut Marcon, pandemi Covid-19 seakan mempercepat proses deglobalisasi. Covid-19 menimbulkan ketakutan di banyak negara sehingga mulai lebih fokus membenahi ekonomi domestik.